- Prokaryote di laut, makhluk terkecil, bakal nge-dominasi ekosistem laut akibat perubahan iklim.
- Perubahan iklim bakal bikin prokaryote makin banyak ngeluarin karbon, dan ngurangin kemampuan laut menyerap emisi karbon.
- Dominasi prokaryote di ekosistem laut bisa bikin pasokan ikan berkurang, dan mengancam pangan global.
pibitek.biz -Lautan, sebuah dunia yang luas dan misterius, menyimpan kehidupan yang beragam, mulai dari makhluk raksasa seperti paus biru yang megah, dengan tubuhnya yang panjang dan berwarna biru keabu-abuan, hingga organisme mikroskopis yang tak kasat mata, seperti plankton yang melayang-layang di dalam air. Di antara mereka, terdapat makhluk terkecil yang tak terlihat oleh mata telanjang, namun memainkan peran penting dalam keseimbangan ekosistem laut: prokaryote.Prokaryote, termasuk bakteri dan archaea, merupakan penghuni tertua di Bumi, jauh sebelum manusia muncul di planet ini.
2 – Google Kerjasama dengan Reaktor Nuklir untuk AI 2 – Google Kerjasama dengan Reaktor Nuklir untuk AI
3 – Pemerintah AS Perkuat Keamanan Digital dengan RPKI dan Bahasa Aman 3 – Pemerintah AS Perkuat Keamanan Digital dengan RPKI dan Bahasa Aman
Mereka hidup di berbagai tempat, baik di darat maupun di air, dari daerah tropis yang hangat dan lembap hingga kutub yang dingin dan bersalju. Ukurannya memang mungil, hanya dapat dilihat dengan mikroskop, tapi jumlah mereka luar biasa banyak. Di lautan, diperkirakan terdapat dua ton prokaryote untuk setiap manusia di planet ini, sebuah angka yang luar biasa besar dan menunjukkan betapa pentingnya peran mereka dalam ekosistem laut. Keberadaan prokaryote bukan sekadar pelengkap, melainkan penting dalam rantai makanan laut, membentuk dasar dari jaring-jaring kehidupan di lautan.
Mereka menyediakan nutrisi bagi ikan yang kita konsumsi, dan tanpa mereka, rantai makanan laut akan terputus dan ekosistem laut akan terganggu.Prokaryote berkembang biak dengan cepat, dan proses ini menghasilkan banyak karbon, sebuah siklus alami yang telah berlangsung selama jutaan tahun. Bayangkan, prokaryote di lautan hingga kedalaman 200 meter menghasilkan 20 miliar ton karbon setiap tahun, lebih banyak dari emisi karbon manusia, sebuah angka yang menunjukkan besarnya pengaruh prokaryote terhadap siklus karbon di Bumi.
Namun, ada keseimbangan dalam ekosistem laut. Karbon yang dikeluarkan prokaryote diimbangi oleh fitoplankton, organisme mikroskopis lainnya yang melakukan fotosintesis, menyerap sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi. Fitoplankton menyerap karbon dioksida dan mengubahnya menjadi energi, sekaligus menyerap sekitar sepertiga emisi karbon manusia setiap tahun, sebuah proses penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim.Proses ini membantu memperlambat pemanasan global, menjaga suhu Bumi agar tetap stabil, dan memungkinkan kehidupan di Bumi untuk terus berkembang.
Kenaikan suhu air laut akibat perubahan iklim menjadi ancaman bagi ekosistem laut, termasuk prokaryote. Para ilmuwan ingin mengetahui bagaimana prokaryote bereaksi terhadap pemanasan global, dan bagaimana perubahan tersebut akan memengaruhi keseimbangan ekosistem laut, khususnya dalam siklus karbon dan rantai makanan laut. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa prokaryote ternyata lebih tahan terhadap perubahan iklim dibandingkan makhluk laut lainnya. Untuk setiap kenaikan suhu air laut satu derajat Celsius, biomassa prokaryote hanya menurun sekitar 1,5%, sedangkan biomassa plankton, ikan, dan mamalia laut diprediksi akan menurun 3-5%, sebuah perbedaan yang signifikan dan menunjukkan adaptasi prokaryote terhadap perubahan lingkungan yang lebih baik dibandingkan makhluk laut lainnya.
Ini berarti bahwa di masa depan, ekosistem laut akan didominasi oleh prokaryote, sementara jumlah makhluk laut lainnya berkurang, sebuah perubahan yang akan mengubah wajah ekosistem laut dan memiliki dampak besar bagi manusia. Hal ini bisa berdampak buruk bagi pasokan ikan, karena nutrisi dan energi akan lebih banyak terkonsentrasi pada prokaryote, mengurangi sumber makanan bagi ikan yang kita konsumsi, dan akhirnya mengancam keberlanjutan perikanan dan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada laut. Perubahan iklim juga akan meningkatkan produksi karbon oleh prokaryote.
Diperkirakan setiap kenaikan suhu satu derajat Celsius akan meningkatkan produksi karbon prokaryote di 200 meter teratas permukaan laut sebesar 800 juta ton per tahun, sebuah peningkatan yang signifikan dan berpotensi memperburuk perubahan iklim. Ini setara dengan emisi karbon tahunan Uni Eropa, sebuah angka yang menunjukkan besarnya pengaruh prokaryote terhadap emisi karbon global. Jika produksi karbon oleh prokaryote meningkat seperti yang diprediksi, kemampuan lautan untuk menyerap emisi karbon manusia akan berkurang.
Ini akan semakin mempersulit upaya mencapai emisi nol bersih di seluruh dunia, dan meningkatkan risiko perubahan iklim yang lebih ekstrem.Proyeksi penurunan populasi ikan global akibat perubahan iklim umumnya tidak mempertimbangkan pengaruh perubahan struktur rantai makanan akibat dominasi prokaryote. Ini berarti bahwa proyeksi penurunan populasi ikan mungkin terlalu rendah, dan dampak perubahan iklim terhadap perikanan mungkin lebih buruk dari perkiraan sebelumnya. Penurunan populasi ikan akan menjadi masalah besar bagi pasokan pangan global, karena laut merupakan sumber protein utama bagi sekitar 3 miliar orang.
Ini akan meningkatkan ancaman kelaparan di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang yang mengandalkan ikan sebagai sumber protein utama. Penelitian ini merupakan langkah penting dalam memahami peran prokaryote yang berubah di masa depan, membuka mata kita terhadap bahaya perubahan iklim dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut. Namun, masih banyak ketidakpastian, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami kompleksitas ekosistem laut dan dampak perubahan iklim terhadapnya.
Model yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada data yang ada, dan belum sepenuhnya mencerminkan perubahan yang terjadi di ekosistem laut akibat perubahan iklim. Para ilmuwan masih belum tahu seberapa cepat prokaryote dapat beradaptasi dan berevolusi di lingkungan yang berubah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bakteri dapat mengembangkan sifat baru dalam waktu beberapa minggu, sebuah contoh adaptasi yang luar biasa cepat dan menunjukkan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup di lingkungan yang berubah.