- Anthropic dituduh mencuri karya sastra penulis untuk melatih AI.
- Penulis menegaskan bahwa Anthropic menggunakan karya mereka tanpa izin dalam pengembangan AI.
- Anthropic dikritik karena mengabaikan hak cipta penulis dalam pengembangan karya sastra AI.
pibitek.biz -Anthropic, startup AI yang didirikan oleh mantan bos OpenAI, tengah menghadapi badai kontroversi. Sejumlah penulis mengajukan gugatan hukum terhadap Anthropic, menuduh mereka mencuri karya sastra untuk melatih chatbot mereka, Claude. Tudingan ini menuai kritik tajam karena mencoreng citra Anthropic yang selama ini getol mempromosikan diri sebagai pengembang AI yang bertanggung jawab dan beretika. Seolah-olah perusahaan yang dibangun di atas janji AI yang aman dan andal justru melakukan pelanggaran serius terhadap hak cipta dan hak moral para kreator.
2 – Ancaman Cerberus, Trojan Perbankan yang Sulit Dideteksi 2 – Ancaman Cerberus, Trojan Perbankan yang Sulit Dideteksi
3 – Apple Tertinggal dalam Pengembangan AI 3 – Apple Tertinggal dalam Pengembangan AI
Klaim yang diajukan oleh penulis Andrea Bartz, Charles Graeber, dan Kirk Wallace Johnson cukup mengejutkan. Mereka menyatakan bahwa Anthropic secara diam-diam memanfaatkan koleksi karya sastra yang diperoleh secara ilegal untuk membangun Claude, chatbot AI yang dipromosikan sebagai solusi AI yang aman dan andal. Para penulis berpendapat bahwa Anthropic melakukan "pencurian skala besar" dengan menggunakan karya mereka tanpa izin dan tanpa memberikan kompensasi yang pantas. Mereka menyatakan bahwa Anthropic secara tidak adil memanfaatkan kreativitas dan kerja keras penulis untuk mendapatkan keuntungan finansial.
Para penulis berpendapat bahwa Anthropic mengabaikan prinsip dasar hak cipta dan etika dalam pengembangan AI. Mereka percaya bahwa perusahaan tersebut telah mengabaikan tanggung jawab mereka untuk menghormati hak-hak kreator dan memberikan kompensasi yang layak atas penggunaan karya mereka. Gugatan ini menyorot isu penggunaan karya sastra dalam pengembangan AI yang semakin marak. Para pengembang AI, dalam upayanya untuk menciptakan model AI yang canggih, seringkali mengandalkan data teks yang diambil dari berbagai sumber, termasuk buku, artikel, dan bahkan media sosial.
Namun, proses ini seringkali diiringi oleh pertanyaan etika tentang hak cipta dan hak moral para kreator. Para penulis yang mengajukan gugatan ini menuding bahwa Anthropic memanfaatkan karya mereka secara ilegal untuk melatih Claude. Claude sendiri dikenal sebagai chatbot AI yang mampu menghasilkan teks, menerjemahkan bahasa, dan menjawab pertanyaan secara akurat. Para penulis menegaskan bahwa Claude telah "menyerap" pengetahuan dan gaya penulisan mereka tanpa izin dan tanpa memberikan kompensasi yang layak.
Mereka membandingkan proses pembelajaran AI dengan cara manusia belajar dari buku, di mana manusia biasanya membeli atau meminjam buku dari perpustakaan, yang tentunya telah memberikan kompensasi kepada penulis melalui pembelian buku atau biaya perpustakaan. Gugatan ini telah memicu perdebatan sengit di dunia teknologi. Beberapa pihak berpendapat bahwa tindakan Anthropic merupakan pelanggaran serius terhadap hak cipta, sementara yang lain berpendapat bahwa penggunaan karya sastra dalam pengembangan AI merupakan praktik yang umum dan dapat dibenarkan.
Tentu saja, para pendukung Anthropic berargumen bahwa penggunaan data teks dalam pelatihan AI merupakan praktik yang lazim dalam industri ini. Namun, mereka lupa bahwa penggunaan data teks ini haruslah dilakukan dengan etika dan menghormati hak cipta. Para pendukung Anthropic mungkin beranggapan bahwa penggunaan karya sastra dalam pengembangan AI merupakan bentuk penghormatan terhadap para penulis, dengan mewariskan karya mereka kepada generasi mendatang dalam bentuk AI. Namun, argumen ini tidaklah tepat karena proses tersebut tidak melibatkan penulis dan tidak memberikan kompensasi yang layak.
Anthropic, hingga saat ini, belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan tersebut. Perusahaan ini dikenal sebagai pengembang AI yang menekankan aspek keamanan dan etika dalam pengembangan teknologi mereka. Namun, gugatan ini telah merusak reputasi mereka sebagai pengembang AI yang bertanggung jawab. Anthropic sebelumnya telah menyatakan komitmen mereka untuk membangun AI yang aman dan beretika. Perusahaan ini bahkan pernah merilis proposal untuk pengembangan AI yang berfokus pada keamanan dan keselamatan.
Namun, tuntutan hukum ini menunjukkan bahwa Anthropic mungkin tidak sekonsisten dengan janji-janji mereka dalam praktiknya. Mereka yang getol mempromosikan diri sebagai pengembang AI yang beretika dan aman justru terbukti melakukan pelanggaran etika dan hukum yang serius. Gugatan terhadap Anthropic ini bukanlah kasus pertama yang melibatkan penggunaan karya sastra dalam pengembangan AI. OpenAI, perusahaan induk ChatGPT, juga pernah menghadapi tuduhan serupa terkait penggunaan karya sastra tanpa izin.
Kasus ini menunjukkan bahwa penggunaan karya sastra dalam pengembangan AI merupakan isu yang rumit dan membutuhkan perhatian serius. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, penting bagi para pengembang AI untuk mempertimbangkan aspek etika dan hak cipta dalam mengembangkan produk mereka. Gugatan ini bisa menjadi titik balik dalam perdebatan tentang penggunaan karya sastra dalam pengembangan AI, mendorong perusahaan AI untuk lebih bertanggung jawab dalam memanfaatkan karya kreator. Sisa cerita ini masih terus berkembang, dan akan menarik untuk melihat bagaimana Anthropic menanggapi tuduhan ini dan bagaimana perdebatan tentang penggunaan karya sastra dalam pengembangan AI akan berlanjut di masa depan.