Terminator Zero: Kembali ke Masa Kejayaan



Terminator Zero: Kembali ke Masa Kejayaan - the photo via: space - pibitek.biz - Amerika Serikat

the photo via: space


336-280
TL;DR
  • Mattson Tomlin ciptakan serial Terminator Zero lewat inspirasi film terminator.
  • Serial Terminator Zero diangkat oleh Tomlin sebagai karya yang kembali ke akar franchise film terminator.
  • Tomlin menciptakan serial Terminator Zero dengan elemen horor yang mencengangkan dan filosofis mendalam.

pibitek.biz -Bayangkan seorang anak kecil di tahun 90-an yang tercengang melihat Arnold Schwarzenegger mencabut matanya yang terbuat dari robot dalam film klasik "The Terminator" yang diputar di VHS yang kualitas gambarnya buruk. Itulah pengalaman yang dialami Mattson Tomlin, penulis, kreator, dan showrunner dari "Terminator Zero" saat dia masih berusia delapan tahun. Saat itu, Tomlin masih terlalu muda untuk memahami makna di balik adegan mengerikan yang dia saksikan. Namun, pengalaman itu terukir dalam ingatannya dan menjadi inspirasi untuk proyek terbarunya, serial animasi dewasa "Terminator Zero" yang ditayangkan di Netflix.

Serial ini menjadi angin segar bagi para penggemar "Terminator" yang kecewa dengan dua sekuel terakhir, "Terminator Genisys" dan "Terminator: Dark Fate". Kedua film tersebut dianggap gagal menangkap esensi dari "Terminator" yang asli dan menghadirkan cerita yang membingungkan dan kurang memuaskan. Para penggemar "Terminator" merindukan kisah yang kembali kepada akarnya, dengan cerita yang penuh intrik dan aksi menegangkan. Mereka menginginkan serial yang menghidupkan kembali rasa takut dan ketegangan yang mereka rasakan saat pertama kali menyaksikan film "Terminator".

Bersama Masashi Kudo, sutradara "Bleach", Tomlin menyuntikkan elemen horor yang mencengangkan ke dalam "Terminator Zero". Dengan delapan episode yang menegangkan, serial ini berhasil membuat penonton bertanya-tanya mengapa tidak ada yang membuat serial anime di dunia "Terminator" sebelumnya. Rasa penasaran itu kemudian berubah menjadi rasa syukur karena Tomlin dan Kudo mampu menghadirkan serial yang memikat, dan Netflix berani memberikan lampu hijau untuk proyek ini. Netflix dikenal karena keberaniannya dalam menayangkan konten yang berani dan inovatif.

Platform streaming ini telah menjadi rumah bagi banyak serial animasi dewasa yang sukses, seperti "Love, Death & Robots" dan "Arcane". "Terminator Zero" merupakan bukti keberanian Netflix dalam merangkul proyek yang menantang dan memberikan ruang bagi kreator untuk mengeksplorasi ide-ide baru dalam dunia "Terminator". Berbeda dengan film-film "Terminator" sebelumnya yang berlatar di perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko, "Terminator Zero" membawa penonton ke Tokyo. Tokyo, kota yang dikenal dengan budaya popnya yang unik dan teknologi canggihnya, menjadi latar yang sempurna untuk cerita "Terminator Zero".

Pemilihan Tokyo sebagai latar memberikan nuansa baru pada dunia "Terminator" yang selama ini identik dengan Amerika Serikat. Kisahnya berpusat pada tanggal 29 Agustus 1997, hari yang menjadi titik balik dalam sejarah "Terminator", yaitu Hari Penghakiman. Hari Penghakiman adalah hari ketika Skynet, jaringan komputer super yang menjadi jahat, merilis serangan nuklir yang menghancurkan dunia. Eiko, seorang pejuang perempuan dari masa depan, melakukan perjalanan waktu ke tahun 1997 untuk menghadapi Malcolm Lee, seorang ilmuwan jenius.

Lee telah menciptakan AI canggih bernama Kokoro untuk membantu manusia melawan agenda pemusnahan Skynet. Kokoro, yang memiliki kemampuan luar biasa dalam AI, menjadi harapan bagi umat manusia dalam menghadapi ancaman Skynet. Kokoro dirancang untuk belajar dan beradaptasi dengan situasi yang terus berubah, dan memiliki kemampuan untuk memprediksi tindakan Skynet dan mengantisipasinya. Di sisi lain, sebuah T-800 yang kejam dari tahun 2022 juga mengincar Lee dan anak-anaknya. Tugas utama T-800 adalah menghentikan Lee dan pekerjaannya, yang dianggap sebagai ancaman bagi Skynet. "Terminator Zero" diramaikan oleh para pengisi suara bintang, seperti Timothy Olyphant ("Justified") sebagai Terminator, Andr? Holland ("Moonlight") sebagai Malcolm Lee, Rosario Dawson ("Ahsoka") sebagai Kokoro, Sonoya Mizuno ("House of the Dragon") sebagai Eiko, dan Ann Dowd ("The Handmaid's Tale") sebagai Prophet. Kehadiran para pengisi suara ternama ini memberikan nilai tambah bagi serial ini. Mereka mampu menghidupkan karakter-karakter dalam "Terminator Zero" dengan begitu apik, sehingga penonton seakan-akan merasakan emosi dan perjuangan para karakter tersebut. "Terminator Zero" menunjukkan DNA asli dari dua film "Terminator" yang disutradarai oleh James Cameron, yaitu "Terminator" (1984) dan "Terminator 2: Judgment Day" (1991). Tomlin memiliki kekaguman dan rasa hormat yang mendalam terhadap dua film ini, dan berusaha mereplikasi rasa takut dan kehebatan yang membuat "Terminator" menjadi franchise yang ikonik selama 40 tahun terakhir. Tomlin sangat berhati-hati dalam membangun cerita "Terminator Zero" agar tetap selaras dengan visi awal Cameron. Dia ingin memastikan bahwa "Terminator Zero" tetap menghormati warisan "Terminator" dan tidak hanya menjadi sekedar serial animasi yang memanfaatkan popularitas franchise tersebut.

Tomlin menciptakan alur cerita yang menarik, yang terbagi dalam dua garis waktu berbeda: tahun 2022 setelah Hari Penghakiman tiba, dan tahun 1997, menjelang kejadian apokaliptik ketika Skynet menjadi sadar dan memicu kiamat nuklir. Penggambaran dua garis waktu yang berbeda memungkinkan penonton untuk melihat dampak dari Hari Penghakiman dan memahami betapa pentingnya usaha untuk mencegahnya. Dalam hal desain karakter Terminator, Tomlin melakukan riset dan menemukan dalam sebuah wawancara lama bahwa Cameron awalnya mempertimbangkan untuk memilih Lance Henriksen sebagai Terminator.

Cameron membayangkan Terminator sebagai infiltrator pamungkas, seseorang yang bisa berbaur dengan siapa pun dan tanpa terlihat mencurigakan. Henriksen, dengan penampilannya yang unik dan aura misterius, memang cocok untuk peran Terminator. Namun, akhirnya Cameron memilih Arnold Schwarzenegger untuk peran tersebut, dan menjadikan Schwarzenegger sebagai ikon "Terminator". Berbeda dengan sosok berotot di film-film sebelumnya, Terminator dalam "Terminator Zero" memiliki tubuh ramping dan berkeringat, dengan ekspresi aneh dan aura menakutkan.

Penampilan Terminator yang baru ini mencerminkan evolusi desain karakter yang sesuai dengan perkembangan zaman. Production I. G ("Ghost in the Shell") menampilkan animasi berdarah dan penuh peluru yang luar biasa. Hasil akhirnya mencerminkan dedikasi, perhatian, dan kecintaan terhadap detail. Production I. G dikenal karena kualitas animasi yang tinggi dan detail yang teliti. "Terminator Zero" membuktikan reputasi Production I. G sebagai salah satu studio animasi terbaik di dunia. Pemandangan kota Tokyo yang suram dihiasi dengan warna-warna jenuh yang mencolok.

Cahaya pistol yang menyilaukan terpancar dari senapan mesin. Kerangka luar dari hyper-alloy berkilauan di bawah lampu pabrik yang dingin. "Terminator Zero" memberikan pengalaman sensorik yang lengkap, yang mengangkat serial ini ke level yang mengesankan. Tingkat kekerasan dan kekejaman dalam "Terminator Zero" sesuai dengan ekspektasi penggemar anime dan fiksi ilmiah hardcore. Namun, semua itu dibungkus dalam cerita yang penuh kemanusiaan, yang mengajukan pertanyaan eksistensial dan menampilkan konsekuensi tak terduga dari pilihan-pilihan penting.

Tomlin ingin memastikan bahwa "Terminator Zero" tidak hanya menjadi serial animasi yang penuh aksi dan kekerasan, tetapi juga memiliki nilai filosofis yang mendalam. Sebagai penulis bersama dari "The Batman" dan sekuelnya, "The Batman II" yang disutradarai oleh Matt Reeves, kecintaan Tomlin terhadap materi gelap tercermin dalam setiap adegan. Tomlin membawa pengalamannya dalam menulis cerita gelap dan penuh teka-teki ke dalam "Terminator Zero". Musik synthesizer yang mencekam dari komposer Michelle Birsky dan Kevin Henthorn semakin meningkatkan ketegangan dalam serial ini.

Musik mereka, yang beralih antara trek elektronik yang energik dan intro piano yang melankolis, memberikan pendampingan yang penuh suasana bagi setiap episode. Birsky dan Henthorn adalah teman dan rekan kerja Tomlin. Mereka juga mengerjakan musik untuk film debut Tomlin sebagai sutradara, "Mother/Android", yang juga bercerita tentang AI dan robot. Pengalaman mereka dalam menciptakan musik untuk film bertema AI dan robot sangat membantu dalam menciptakan musik yang tepat untuk "Terminator Zero". Seiring berjalannya cerita, dua episode terakhir menghadirkan sejumlah pencerahan mengejutkan dan plot twist yang tak terduga.

Penggemar "Terminator" yang familiar dengan film-film dan kisah-kisah di dunia "Terminator" akan merasa puas dengan penutup cerita yang memuaskan. Tomlin tidak hanya ingin menciptakan serial "Terminator" yang menghibur, tetapi juga ingin memberikan kontribusi bagi perkembangan franchise ini. "Terminator Zero" tidak hanya menghadirkan ideologi yang mendalam tentang sifat manusia, tetapi juga menawarkan eksplorasi yang provokatif tentang logika perjalanan waktu yang tidak pasti dan bagaimana perubahan masa lalu tidak selalu berdampak langsung pada masa depan.

Tomlin tidak hanya fokus pada aksi dan kekerasan, tetapi juga pada aspek filosofis dari dunia "Terminator". "Terminator Zero" berhasil menghadirkan serial "Terminator" yang keren dan penuh makna, sesuai dengan impian Tomlin sejak lama. Tomlin berhasil mewujudkan impian masa kecilnya dengan menciptakan serial "Terminator" yang dia kagumi. Dengan penggemar "Terminator" yang kecewa dengan sekuel live-action Hollywood terbaru yang menampilkan robot pembunuh Skynet dan penyelamat dari perjalanan waktu, "Terminator Zero" membawa franchise ini kembali ke akarnya.