- US Navy kehabisan celana standar, Navy Working Uniform (NWU).
- Amerika Serikat mengerahkan ribuan drone "neraka" untuk strategi pertahanan Taiwan.
- NIST uji keamanan sistem AI, prioritas perlu dilakukan melawan kesalahan .
pibitek.biz -Di dunia yang semakin digital, berita keamanan dan privasi selalu menarik perhatian. Minggu ini, ada beberapa berita yang cukup menghebohkan, dari masalah celana US Navy yang habis sampai drone "neraka" untuk Taiwan. US Navy sedang dilanda krisis celana. Ya, kamu tidak salah baca. Pasukan angkatan laut Amerika Serikat kehabisan celana untuk seragam standar mereka, Navy Working Uniform (NWU). Celana ini sudah tidak tersedia di toko-toko Navy Exchange dan persediaannya sangat menipis di seluruh jalur distribusi.
2 – OSCAL TIGER 13: Ponsel Pintar dengan Kamera AI nan Hebat 2 – OSCAL TIGER 13: Ponsel Pintar dengan Kamera AI nan Hebat
3 – Kebocoran Data Asuransi Globe Life dan Upaya Pemerasan 3 – Kebocoran Data Asuransi Globe Life dan Upaya Pemerasan
Kenapa bisa begini? Ternyata, masalahnya ada di Defense Logistics Agency (DLA) yang bertugas memasok celana-celana tersebut. Juru bicara Navy Exchange Service Command, Courtney Williams, mengatakan bahwa stok celana NWU saat ini hanya tersisa 13% di seluruh dunia. Prioritas utama saat ini adalah menyediakan celana untuk rekrutan baru di Recruit Training Command di Illinois, Naval Academy Preparatory School di Rhode Island, dan sekolah pelatihan perwira. DLA sendiri mengatakan bahwa pengiriman celana baru akan dilakukan pada bulan Oktober, tapi prioritasnya tetap untuk rekrutan dan program pelatihan.
Toko-toko Navy Exchange diharapkan mendapatkan pasokan penuh pada bulan Januari. Jadi, bagi para pelaut US Navy yang sedang kehabisan celana, sabarlah menunggu sampai awal tahun depan. Berita lain datang dari dunia AI. National Institute of Standards and Technology (NIST) dan organisasi nirlaba Humane Intelligence mengadakan kompetisi peretasan red-team untuk menguji sistem AI Generatif. Tujuannya adalah untuk menemukan kelemahan dan bias dalam sistem AI ini. Kompetisi ini sangat penting karena AI Generatif semakin populer dan banyak digunakan di berbagai bidang, termasuk penulisan, seni, dan bahkan pembuatan konten berita.
Dengan menemukan kelemahan dan bias, diharapkan sistem AI Generatif dapat menjadi lebih aman dan bertanggung jawab. Di sisi lain, Amerika Serikat sedang mempersiapkan strategi pertahanan untuk Taiwan jika terjadi serangan militer dari China. Rencananya, mereka akan mengerahkan ribuan drone yang dijuluki "neraka tanpa awak". Drone-drone ini akan berkeliaran di sekitar pulau Taiwan untuk menghalau serangan China. Konsep "neraka tanpa awak" ini terinspirasi dari "swarm drone", yaitu teknik menggunakan sejumlah besar drone untuk melakukan serangan atau tugas tertentu.
Drone "neraka" ini diharapkan dapat menjadi pertahanan yang efektif melawan serangan militer China, yang semakin agresif di wilayah tersebut. Namun, bukan hanya drone yang menjadi perhatian. Penggunaan sistem pengenalan wajah di stadion olahraga juga menjadi sorotan. Protes di Citi Field, New York, menyoroti risiko privasi yang serius terkait dengan penggunaan teknologi ini. Sistem pengenalan wajah semakin banyak diterapkan di stadion dan arena di seluruh Amerika Serikat, tetapi pengawasannya masih sangat minim.
Protes ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang potensi pelanggaran privasi dan kebutuhan akan peraturan yang lebih ketat. Dan tidak lupa, dunia siber juga mengalami beberapa insiden keamanan. FlightAware, layanan pelacakan penerbangan populer, melaporkan bahwa kesalahan konfigurasi dalam sistemnya menyebabkan kebocoran data pribadi pelanggan. Data yang bocor termasuk nama, alamat email, bahkan beberapa nomor jaminan sosial. FlightAware menemukan kebocoran ini pada 25 Juli, tetapi mengakui bahwa situasi ini mungkin terjadi sejak Januari 2021.
Mereka telah mewajibkan semua pengguna yang terdampak untuk mengatur ulang kata sandi akun mereka. Investigasi terbaru menunjukkan bahwa data yang dikompromikan dari Sky, perusahaan telepon terenkripsi, telah digunakan oleh penegak hukum Amerika Serikat dalam berbagai kasus kejahatan, termasuk kasus penyelundupan narkoba. Sebelumnya, data ini digunakan oleh penegak hukum Eropa dalam berbagai investigasi dan kasus kriminal. Sky telah menjadi sasaran peretasan oleh penegak hukum Eropa pada tahun 2021, dan jutaan pesan teks terenkripsi mereka telah dikompromikan.
Data ini ternyata sangat berharga untuk menyelidiki kejahatan lintas negara. Terakhir, FBI, Office of the Director of National Intelligence, dan Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA) secara resmi menuduh Iran melakukan operasi hack-and-leak terhadap kampanye presiden Donald Trump. Iran membantah tuduhan ini. Tuduhan ini muncul setelah laporan dari Microsoft yang menyebutkan bahwa peretas Iran menargetkan kampanye politik AS. FBI dan agensi intelijen lainnya yakin bahwa Iran telah berusaha untuk mengakses akun individu yang berhubungan langsung dengan kampanye presiden dari kedua partai.