- NASA mengandalkan pesawat ruang angkasa Boeing Starliner untuk misi berawak ke luar angkasa.
- Boeing Starliner masih terus mengalami masalah teknis, sehingga NASA menunda penerbangan berawak.
- NASA tetap berambisi ke luar angkasa, dengan Boeing sebagai mitra utama dalam misi ke Bulan.
pibitek.biz -Astronot NASA Butch Wilmore dan Suni Williams, awalnya direncanakan untuk melakukan misi singkat ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), hanya sekitar sepuluh hari. Namun, keduanya terjebak di sana sejak Juni, karena pesawat ruang angkasa mereka, Boeing Starliner, belum memenuhi standar ketat NASA untuk penerbangan berawak. Setelah dua bulan pengujian, NASA akhirnya memutuskan untuk mengembalikan Starliner ke Bumi pada September, tanpa awak. Keputusan ini diambil untuk mengamati pesawat ruang angkasa secara cermat saat melepaskan diri dari ISS dan kembali ke Bumi.
2 – Pemerintah AS Perkuat Keamanan Digital dengan RPKI dan Bahasa Aman 2 – Pemerintah AS Perkuat Keamanan Digital dengan RPKI dan Bahasa Aman
3 – Serangan SIM-Swap: Akun SEC Diretas Secara Besar-Besaran 3 – Serangan SIM-Swap: Akun SEC Diretas Secara Besar-Besaran
Data yang dikumpulkan dari penerbangan ini akan membantu NASA dan Boeing menentukan perubahan yang diperlukan untuk memastikan keamanan Starliner dalam misi berawak. Sementara itu, Wilmore dan Williams akan tetap berada di ISS hingga Februari 2025, menggantikan dua astronot Crew 9 yang akan datang. Dengan ISS yang hanya beroperasi selama lima hingga enam tahun lagi, peran Boeing dalam program ini masih belum jelas. Boeing telah bekerja sama dengan NASA sejak lama, mulai dari Mariner 10, program Shuttle, hingga roket Saturn V yang membawa manusia ke Bulan.
Perusahaan dirgantara ini telah menjadi mitra yang andal dan inovatif dalam sektor luar angkasa. Jadi, tidak heran ketika NASA mencari pesawat ruang angkasa kecil yang dapat digunakan kembali, desain Starliner milik Boeing menjadi pilihan utama. Namun, selama lebih dari sepuluh tahun, Starliner menghadapi berbagai masalah dalam memulai penerbangan. Kendala teknis adalah hal biasa dalam pengembangan teknologi baru untuk memenuhi standar ketat NASA. Sayangnya, cacat software menyebabkan uji terbang orbital pertama pada tahun 2019 berakhir tanpa berhasil merapat dengan ISS.
Boeing menyebutnya sebagai keberhasilan sebagian, karena pesawat ruang angkasa berhasil mendarat dengan mulus di Bumi. Namun, masalah yang terjadi berpotensi menyebabkan kerusakan pada pesawat jika tidak terdeteksi dan diperbaiki. Rencana yang jelas untuk mengatasi masalah ini dibuat, dan uji terbang tanpa awak lainnya direncanakan untuk tahun 2020. Namun, pandemi dan masalah tambahan, termasuk pembatalan peluncuran, menunda penyelesaian misi ini hingga tahun 2022. Pada tanggal 5 Juni, setelah beberapa kali penundaan, akhirnya Boeing Starliner Crewed Flight test dirilis dengan roket United Launch Alliance Atlas V.
Namun, saat pesawat ruang angkasa mendekati waktu merapat dengan ISS, beberapa pendorongnya tidak berfungsi seperti yang diharapkan, dan terjadi kebocoran pada sistem heliumnya. Helium sangat penting untuk mendorong propelan ke pendorong, jadi ini merupakan masalah yang serius. Meskipun begitu, pesawat ruang angkasa berhasil merapat dengan ISS, dan astronotnya turun dengan selamat. Ketika NASA memutuskan untuk mengakhiri program Space Shuttle pada tahun 2011 karena meningkatnya sumber daya yang dibutuhkan, mereka menjadi bergantung pada pesawat ruang angkasa Soyuz milik Rusia untuk mengirim astronot ke luar angkasa.
Ada banyak faktor yang mendorong NASA untuk bermitra dengan perusahaan swasta dan organisasi luar angkasa komersial. Namun, tujuan utama dari program kru komersial adalah untuk menyediakan transportasi yang andal bagi NASA agar dapat terus mengirim astronot ke luar angkasa dari Amerika Utara dengan biaya yang terjangkau. Program Kru Komersial, yang menghabiskan dana lebih dari US$8 miliar, ditujukan untuk mengembangkan, menguji, dan mensertifikasi kendaraan transportasi baru. Meskipun NASA selalu menggunakan kontraktor komersial untuk membangun teknologi luar angkasa, mereka juga yang mengoperasikannya.
Yang membedakan program komersial ini adalah perusahaan sekarang diberi kepercayaan untuk mengoperasikan layanan tersebut juga. Masuklah SpaceX Dragon dan Boeing Starliner. Sejak tahun 2010, kedua perusahaan telah menerima dana dalam berbagai putaran untuk mengembangkan kendaraan kru. Pada tahun 2014, dana terbesar dibagi antara kedua perusahaan, dengan Boeing menerima hampir US$2 miliar lebih banyak daripada SpaceX. SpaceX sekarang bersiap untuk mengirimkan misi berawak kesembilan mereka ke ISS (ke-10 jika dihitung misi penerbangan pribadi), belum termasuk banyak misi pengiriman tanpa awak yang telah mereka selesaikan.
Masa depan Boeing Starliner masih belum pasti, tetapi satu hal yang pasti: NASA terus berupaya untuk mendorong batas penjelajahan ruang angkasa manusia. Selain SpaceX, perusahaan seperti Blue Origin, Axiom Space, Intuitive Machines, Lunar Outpost, dan Voyager Space (hanya untuk menyebutkan beberapa) telah menerima kontrak dari NASA untuk mendukung program Artemis. Program ini bertujuan untuk kembali membawa manusia ke Bulan pada tahun 2026 dan menggantikan ISS pada tahun 2030. Namun, tidak peduli berapa banyak uang yang diinvestasikan, ruang angkasa tetaplah tempat yang sulit untuk dijelajahi.