- Google dituduh CMA melakukan praktik monopoli di sektor iklan online.
- Google membuat aturan main yang menguntungkan mereka sendiri dan menghambat kompetitor.
- CMA siap memberikan sanksi berat kepada Google jika terbukti bersalah.
pibitek.biz -Google, perusahaan raksasa teknologi yang sudah seperti 'dewa' di dunia maya, lagi-lagi jadi sorotan. Kali ini, bukan soal dominasinya di pencarian informasi, melainkan soal bisnis iklan online yang diendus punya bau-bau monopoli. Regulator di Inggris, CMA (Competition and Markets Authority), curiga Google main curang dan ngebuat aturan main yang menguntungkan mereka sendiri. CMA, yang punya tugas ngawasin persaingan sehat di Inggris, ngebuka mata soal dominasi Google di sektor iklan online. Mereka curiga kalau Google ngebuat aturan main yang gak adil dan ngehalang-halangi kompetitornya buat berkembang.
2 – Serangan SIM-Swap: Akun SEC Diretas Secara Besar-Besaran 2 – Serangan SIM-Swap: Akun SEC Diretas Secara Besar-Besaran
3 – Ransomware BianLian Serang Rumah Sakit Anak Boston 3 – Ransomware BianLian Serang Rumah Sakit Anak Boston
CMA menemukan bukti-bukti yang menunjuk ke arah 'kejahatan' Google. Tools iklan milik Google, kayak Google Ads dan DoubleClick For Publishers, dituduh sengaja dibuat buat nguntungin platform lelang iklan Google sendiri, yaitu AdX. Sistem kerja AdX diibaratkan kayak lelang online, di mana pengiklan saling ngebid buat pasang iklan di website dan aplikasi. Google, yang punya platform ini, dituduh ngebuat aturan mainnya sedemikian rupa sehingga AdX selalu menang. Makanya, kompetitor Google susah banget buat bersaing.
Gak cuma itu, CMA juga menuding Google ngehalang-halangi kompetitornya masuk ke pasar. Mereka ngebuat tools iklan mereka gak bisa ngelawan DoubleClick For Publishers. Intinya, Google lagi dituduh ngebuat lapangan mainnya gak adil, sehingga mereka bisa terus berkuasa di dunia iklan online. CMA juga ngebuka kartu soal kerugian yang dialami penerbit konten dan pengiklan akibat ulah Google. Di Inggris, pengiklan ngeluarin uang sekitar 1,8 miliar poundsterling per tahun buat iklan display di berbagai website dan aplikasi.
Uang itu, kata CMA, seharusnya bisa dialirkan ke penerbit konten dan pengiklan secara adil, kalau gak ada Google yang 'main mata' dengan bisnis iklannya sendiri. Penerbit konten, yang biasanya ngedapetin penghasilan dari iklan di website mereka, bisa jadi korban dari 'permainan' Google. Mereka gak bisa mendapatkan penghasilan maksimal karena Google ngebuat aturan yang menguntungkan AdX dan ngehalang-halangi mereka bermitra dengan platform lelang iklan lain. Pengiklan juga jadi rugi karena mereka dipaksa buat bayar lebih mahal untuk pasang iklan di website dan aplikasi.
CMA khawatir kalau Google terus ngelakuin hal ini, penerbit konten dan pengiklan jadi susah berkembang, karena gak punya lahan buat ngembangin bisnis mereka. Google, tentu saja, gak tinggal diam. Mereka ngebantah keras tuduhan CMA dan ngeklaim bahwa tools iklan mereka justru membantu para penerbit konten dan pengiklan buat ngedapetin penghasilan dari iklan online. Google berdalih bahwa mereka cuma lagi 'menolong' penerbit konten dan pengiklan buat ngejar cuan. Mereka bilang, tools iklan mereka ngebantu penerbit konten ngejual ruang iklan di website mereka dan ngebantu pengiklan nyari target market.
Google juga ngeklaim bahwa mereka gak pernah ngehalang-halangi kompetitornya dan ngebuka akses platform mereka buat kompetitor. Google ngerasa mereka udah ngelakuin yang terbaik buat industri iklan online. Tapi, CMA tetep gak gentar. Mereka menegaskan bahwa Google terbukti ngelakuin praktik monopoli dan ngehambat persaingan di pasar iklan online. CMA siap ngasih sanksi berat ke Google, yaitu denda sebesar 10% dari total pendapatan global mereka. Sanksi ini bisa jadi pukulan telak buat Google yang udah ngerasain 'manisnya' jadi penguasa dunia digital.
Google, yang udah berkali-kali kena masalah serupa, sepertinya bakal makin pusing dengan situasi ini. Kasus ini bisa jadi titik balik bagi Google, yang selama ini ngerasa aman dan nyaman dengan posisinya sebagai 'raja' di dunia digital. Kasus Google di Inggris ini jadi bukti bahwa raksasa teknologi makin diawasi ketat. Regulator di berbagai negara semakin peka terhadap praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Kasus serupa juga terjadi di Amerika Serikat, di mana Departemen Kehakiman dan beberapa jaksa agung negara bagian sedang ngejar Google soal praktik monopoli.
Google juga sedang menghadapi gugatan dari Ad Tech Collective Action LLP di Inggris, yang menuding Google merugikan penerbit konten sebesar 13,6 miliar poundsterling. Di Eropa, Komisi Eropa juga sedang ngejar Google soal praktik monopoli di sektor iklan online. Mereka bahkan ngegantiin Google buat ngelepas sebagian bisnis iklan online mereka sebagai jalan keluarnya. Google juga sedang diawasi soal kepatuhannya terhadap aturan baru Digital Markets Act (DMA) di Eropa. DMA mengharuskan platform digital besar, termasuk Google, untuk lebih transparan dan membuka akses data untuk kompetitor.
Google, yang selama ini 'nyaman' dengan posisinya sebagai penguasa digital, mulai merasakan tekanan dari regulator dan persaingan di dunia digital. Google, yang selama ini ngebuat 'dunia maya' menurut versi mereka sendiri, sekarang harus berhadapan dengan regulator yang semakin ketat. Jika terbukti bersalah, Google bisa saja kehilangan 'takhtanya' sebagai raja internet dan diwajibkan untuk mengubah cara mereka bermain di dunia digital. Kejadian ini bisa jadi turning poin bagi dunia digital, yang selama ini didominasi oleh perusahaan teknologi besar.
Bisa jadi, ke depannya, dunia digital akan menjadi lebih adil dan terbuka bagi para pemain baru. Google, yang selama ini merasa 'aman' dengan posisinya, kini harus waspada dan bersiap menghadapi perubahan besar di dunia digital.