- Teknologi membuat dunia virtual semakin kompleks, orang-orang sulit membedakan realitas.
- Dunia politik terpengaruh oleh teknologi, orang-orang lebih sibuk membangun citra sosial.
- Teknologi pribadi membuat orang-orang hidup dalam realitas pribadi, sulit berinteraksi secara sosial.
pibitek.biz -Debat presiden yang disiarkan secara langsung di televisi, berita yang dikonsumsi lewat handphone, semua terasa familiar di era digital. Keberadaan teknologi seperti smartphone memang telah memudahkan akses informasi bagi setiap orang. Namun, di balik kemudahan akses informasi yang seolah-olah berada di genggaman tangan, muncul permasalahan yang lebih kompleks: bagaimana membedakan mana yang nyata dan mana yang rekayasa? Teknologi, yang tadinya dipandang sebagai solusi untuk menghubungkan manusia dan mengatasi berbagai permasalahan, malah membuat situasi semakin rumit.
2 – Kebocoran Data Asuransi Globe Life dan Upaya Pemerasan 2 – Kebocoran Data Asuransi Globe Life dan Upaya Pemerasan
3 – Serangan Siber Hantam Globe Life, Data Ribuan Pelanggan Dicuri 3 – Serangan Siber Hantam Globe Life, Data Ribuan Pelanggan Dicuri
Dunia politik, sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan sosial, terpengaruh oleh kehadiran teknologi. Foto, video, meme di media sosial, yang menjadi sumber informasi utama bagi sebagian besar orang, seolah-olah membuat orang merasa terlibat dalam urusan politik. Tapi, apakah semua itu benar-benar membuat orang menjadi warga negara yang lebih baik? Teknologi mendorong orang untuk menghabiskan waktu di dunia virtual, yang menawarkan kemudahan dan kepraktisan, tetapi tidak selamanya bermanfaat untuk hubungan antarmanusia.
Orang-orang mulai kehilangan pegangan atas apa yang mereka alami. Mereka lebih sibuk menciptakan realitas sendiri, yang sesuai dengan keinginan mereka, ketimbang berhadapan dengan dunia di sekitar mereka. Kesamaan persepsi tentang realitas yang tadinya menjadi fondasi kehidupan sosial, mulai goyah. Orang-orang makin sulit percaya dengan apa yang mereka alami, dan menganggap pengalaman pribadi sebagai hal yang relatif. Hal ini membuat interaksi sosial menjadi semakin kompleks dan sulit dipahami. Belakangan ini, muncul tanda-tanda bahwa cara pandang terhadap dunia ini, yang lebih termediasi, personal, dan instan, mulai merubah realitas bersama.
Kecepatan informasi yang menyerbu manusia membuat mereka sulit untuk menyerap dan memproses informasi tersebut dengan baik. Ketika mantan presiden diserang, muncul teori konspirasi yang aneh, seperti serangan itu adalah rekayasa untuk meningkatkan popularitasnya. Teori-teori konspirasi semacam ini merebak dengan cepat di dunia maya dan menarik perhatian banyak orang. Seiring waktu, kepercayaan pada teori konspirasi semacam QAnon makin meluas. QAnon, yang mengklaim bahwa dunia dikuasai oleh kelompok elit yang jahat, menyerukan orang-orang untuk menentang sistem yang ada.
Banyak orang percaya bahwa dunia dikuasai oleh kelompok elit yang jahat, dan kekerasan adalah jalan keluar untuk menyelamatkan dunia. Mengerikannya, keyakinan seperti ini makin banyak dianut orang. Orang-orang yang terjebak dalam teori konspirasi sering kali menganggap diri mereka sebagai "pejuang kebenaran" dan bersiap untuk melakukan apapun demi "menyelamatkan" dunia. Kepercayaan pada teori konspirasi menunjukkan kekacauan dan ketidakpercayaan yang mendalam terhadap pengalaman sehari-hari. Kekecewaan terhadap realitas menjadikan orang lebih mudah terpengaruh oleh apa yang mereka baca di dunia maya ketimbang pengalaman nyata mereka.
Di luar teori konspirasi, interaksi di media sosial juga menunjukkan gejala serupa. Dokter yang menangani pasien mulai merasakan perbedaan yang mencolok antara dunia nyata dan dunia maya. Pasien mereka lebih sering mengeluh merasa cemas, gelisah, dan tidak nyaman setelah berlama-lama di dunia digital. Mereka merasa kehilangan pegangan terhadap realitas, seolah-olah mereka terjebak dalam dunia virtual. Teknologi pribadi memberi orang kesempatan untuk menjalani hidup dalam 'realitas pribadi' mereka sendiri.
Dalam dunia virtual, informasi bisa diatur dan disajikan sesuai dengan preferensi masing-masing. Orang-orang memilih untuk menjalani hidup di dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri, di mana semua sesuatu terasa lebih mudah dikendalikan dan nyaman. Di era digital ini, banyak orang lebih memilih untuk menjalani hidup di dunia virtual, karena terasa lebih menyenangkan dan lebih mudah dikontrol. Kehidupan nyata dianggap sebagai hal yang rumit dan tidak nyaman. Orang-orang lebih mudah terjebak dalam "bubble" mereka sendiri dan sulit untuk keluar dari kenyamanan virtual tersebut.
Perubahan teknologi yang terjadi selama 20 tahun terakhir tidak menghasilkan stabilitas sosial atau evolusi moral. Sebaliknya, teknologi justru memicu sisi buruk manusia. Kecepatan informasi menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian yang mendalam bagi banyak orang. Dunia politik pun tak luput dari dampak buruk teknologi. Para politisi lebih sibuk membangun citra di media sosial ketimbang menjalankan tugas mereka dengan baik. Mereka mencari perhatian dari publik dengan cara yang tidak sehat, seperti dengan menyebarkan hoaks dan memanfaatkan emosi orang lain.
Mereka lebih tertarik untuk memancing emosi dan perpecahan di antara rakyat, daripada mencari solusi untuk masalah yang dihadapi negara. Orang-orang pun terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan dan menyerang di media sosial. Ketegangan dan kebencian yang terjadi di dunia maya sering kali menimbulkan konflik di dunia nyata. Permasalahan realitas ini akan semakin parah di masa depan, ketika teknologi AI makin canggih dan personal. Bayangkan, chatbot AI yang dirancang untuk mempengaruhi pilihan politik seseorang, atau politisi yang menggunakan AI untuk memanipulasi penampilan mereka agar terlihat lebih karismatik.
Kita harus melawan pengaruh teknologi yang semakin kuat, tidak hanya di dunia politik tapi juga di seluruh aspek kehidupan. Jika tidak, kita akan terjebak dalam dunia yang penuh dengan kepalsuan dan ilusi, dan kehilangan kemampuan untuk membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata. Kita perlu menemukan cara untuk menikmati kemudahan teknologi tanpa terjebak dalam lingkaran kebohongan dan manipulasi.