Bos Ticketmaster Kena Jeblos Karena Curi Data



Bos Ticketmaster Kena Jeblos Karena Curi Data - picture origin: bbc - pibitek.biz - PHK

picture origin: bbc


336-280
TL;DR
  • Mead curi data CrowdSurge, perusahaan pesaing Ticketmaster.
  • Perjanjian antara CrowdSurge dan Mead dilanggar Mead sendiri.
  • Ticketmaster didenda $10 juta karena didakwa atas tuduhan penipuan.

pibitek.biz -Kasus ini merupakan pelajaran penting bagi perusahaan-perusahaan di dunia hiburan untuk bertindak jujur dan sportif dalam menjalankan bisnis mereka. Stephen Mead, mantan bos besar Ticketmaster, harus merasakan dampak buruk dari perbuatannya yang ngga banget. Mead, warga negara Inggris, tertangkap basah mencuri data penting dari CrowdSurge, perusahaan yang pernah dipimpinnya. Kejadian ini berlangsung selama dua tahun, dari tahun 2013 hingga 2015. Yang lebih parah lagi, aksi Mead ini bikin CrowdSurge kolaps total, demikian pernyataan Departemen Kehakiman di New York. Mead, yang selama ini dikenal sebagai sosok yang berpengaruh di dunia hiburan, akhirnya ngaku salah di bulan Juni lalu.

Dia mengaku terlibat dalam konspirasi untuk masuk ke sistem komputer CrowdSurge secara ilegal. Hukuman yang dijatuhkan kepada Mead, selain denda sebesar $67,970 atau sekitar Rp 1 miliar, dia juga diwajibkan menjalani masa pengawasan selama setahun. Masa pengawasan ini dimaksudkan untuk memastikan Mead benar-benar jera dan tidak melakukan tindakan serupa di masa depan. Dokumen pengadilan di Amerika Serikat membuka tabir gelap di balik aksi Mead. Ternyata, petinggi-petinggi Ticketmaster sudah meminta Mead untuk ngasih mereka "intelijen kompetitif" tentang CrowdSurge.

Mereka ingin mengetahui strategi dan rahasia bisnis pesaing mereka, agar Ticketmaster dapat terus mendominasi pasar tiket hiburan. Ticketmaster, yang selama ini ngaku sebagai platform tiket hiburan terbesar di dunia, bungkam seribu bahasa ketika dimintai komentar sama BBC. Mereka enggan menjelaskan alasan di balik permintaan "intelijen kompetitif" tersebut. Ticketmaster mungkin merasa bahwa mengumumkan alasan mereka akan memperkuat tuduhan bahwa mereka terlibat dalam praktik persaingan tidak sehat.

Zeeshan Zaidi, mantan petinggi Ticketmaster lainnya, juga bernasib serupa dengan Mead. Dia pernah ngaku bersalah atas tuduhan penipuan, yaitu konspirasi untuk masuk ke sistem komputer dan penipuan kawat. Kejadiannya di tahun 2019. Sampai sekarang Zaidi belum divonis. Zeeshan Zaidi mungkin tengah menunggu keputusan hakim, yang akan menentukan nasibnya di masa depan. Mead diwajibkan buat ngembaliin uang yang dia dapet pas keluar dari CrowdSurge, plus kenaikan gaji yang dia terima di Ticketmaster. Ini menunjukkan bahwa Mead harus bertanggung jawab atas keuntungan yang dia dapatkan secara tidak sah dari perbuatannya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris ngasih tahu BBC kalau mereka lagi bantu warganya yang ada di Amerika dan berhubungan sama pihak berwenang di sana. Kementerian Luar Negeri Inggris punya kewajiban untuk membantu warganya yang mengalami masalah hukum di luar negeri. Mereka akan berusaha untuk memastikan hak-hak Mead terpenuhi selama proses hukum berlangsung. CrowdSurge, situs web tempat para artis bisa jual tiket pre-sale ke fans, adalah pesaing Ticketmaster. Kantor pusat CrowdSurge ada di London, dan mereka punya kantor cabang di New York.

Dokumen pengadilan di Amerika Serikat menyebut kalau nilai CrowdSurge lebih dari $100 juta. CrowdSurge merupakan perusahaan yang memiliki potensi besar untuk bersaing dengan Ticketmaster, namun sayangnya terpuruk karena aksi Mead yang tidak bertanggung jawab. Dari tahun 2010, Mead menjabat sebagai Wakil Presiden Senior untuk Operasional Global dan Manajer Umum untuk Amerika Utara di CrowdSurge. Posisi ini menunjukkan bahwa Mead memiliki akses penuh ke informasi penting perusahaan. Dengan jabatan ini, Mead bisa dengan mudah melakukan aksinya yang merugikan CrowdSurge.

BBC dapet dokumen pengadilan yang nunjukin kalau Mead, pas keluar dari CrowdSurge di Juli 2012, tanda tangan surat "perjanjian pemisahan". Dalam surat itu, Mead janji gak akan menyimpan atau ngebagiin informasi rahasia, termasuk daftar pelanggan dan strategi pemasaran, ke pihak ketiga. Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi CrowdSurge dari potensi kerugian akibat kebocoran informasi penting. Perjanjian itu juga nentuin kalau Mead gak boleh kerja di perusahaan tiket lain selama setahun. Sebagai imbalannya, CrowdSurge ngasih Mead sekitar $52,970.

Perjanjian ini menunjukkan bahwa CrowdSurge berusaha melindungi diri dari kemungkinan persaingan tidak sehat yang mungkin dilakukan oleh Mead. Tapi, Mead berkali-kali melanggar perjanjian itu. Di musim panas 2013, Mead udah kerja di TicketWeb, bagian dari perusahaan induk Ticketmaster, yaitu Live Nation. Mead dengan sengaja mengabaikan perjanjian yang telah disepakatinya. Log server komputer CrowdSurge memamerkan setidaknya ada 25 kali data perusahaan mereka diakses oleh komputer dengan alamat IP yang terdaftar ke Ticketmaster dan perusahaan terkait di New York, San Francisco, dan Los Angeles.

Kejadiannya antara Agustus 2013 dan Desember 2015. Ini menunjukkan bahwa Mead secara sistematis mencuri data CrowdSurge selama dua tahun. Jaksa penuntut mengatakan kalau Mead, tanpa izin, ngebagiin spreadsheet CrowdSurge yang isinya informasi keuangan dan kata sandi. Dia juga akses informasi kompetitif tentang klien dan teknologi CrowdSurge atas permintaan petinggi Ticketmaster. Mead dengan sengaja memberikan informasi penting CrowdSurge kepada pesaingnya. Mead juga ngasih informasi ke karyawan Ticketmaster lainnya buat ngebolehin mereka akses data CrowdSurge yang dilindungi kata sandi.

Dia nyaranin mereka buat ngambil screenshot sebanyak mungkin sistem CrowdSurge, dan ngebahas tentang "menghentikan CrowdSurge". Aksi ini menunjukkan bahwa Mead berusaha untuk menghancurkan CrowdSurge. Dokumen pengadilan menunjukan kalau suatu kali, atas permintaan Zaidi, Mead ngasih presentasi ke setidaknya 14 eksekutif dan karyawan Live Nation dan Ticketmaster. Dalam presentasi itu, Mead pakai nama pengguna dan kata sandi CrowdSurge buat login ke situs web mereka tanpa izin. Mead dengan sengaja memamerkan data CrowdSurge kepada karyawan Ticketmaster, tanpa menghiraukan risiko yang dihadapi oleh CrowdSurge.

Pas presentasi, Mead ngasih lihat salah satu produk khusus CrowdSurge bernama Artists' Toolbox. Produk ini berupa paket analisis data berbasis web untuk para musisi. Mead memberikan informasi tentang produk CrowdSurge kepada pesaingnya, seolah-olah dia ingin mentransfer aset CrowdSurge ke Ticketmaster. Selama kerja di Ticketmaster, Mead juga ngebagiin data penjualan tiket secara real-time dan identitas para artis yang kerja sama dengan CrowdSurge. Aksi Mead ini berakibat fatal bagi CrowdSurge, karena informasi penting mereka bisa dengan mudah digunakan oleh Ticketmaster untuk mengalahkan CrowdSurge dalam perebutan pasar.

Departemen Kehakiman Amerika Serikat bilang kalau informasi yang dicuri Mead dipake Ticketmaster buat ngerancang strategi kompetitif, ngerebut bisnis tiket pre-sale, dan membandingkan produk dan penawaran. Aksi Mead bikin CrowdSurge rugi banyak duit, terutama di lingkungan bisnis yang sangat kompetitif. Mead kemudian dipromosikan jadi direktur layanan pelanggan di divisi layanan artis Ticketmaster di awal tahun 2015. Dia langsung melapor ke Zaidi. Mead juga dapet kenaikan gaji. Kenaikan pangkat dan gaji yang diterima Mead di Ticketmaster menunjukan bahwa dia dihargai karena jasa-jasanya yang merugikan CrowdSurge.

Dokumen pengadilan bilang kalau Mead ngelakuin perbuatan kriminal itu bukan buat keuntungan pribadi, selain peningkatan posisi dan status dia di Ticketmaster. Motivasi Mead dalam mencuri data CrowdSurge bukan hanya keuntungan finansial, tetapi juga ambisi untuk mencapai posisi yang lebih tinggi di Ticketmaster. CrowdSurge baru sadar kalau Mead nge-hack sistem mereka pas mantan eksekutif Ticketmaster mulai kerja di CrowdSurge tahun 2015. Mantan eksekutif itu ngasih tahu CrowdSurge buat ganti sistem keamanan mereka.

CrowdSurge baru menyadari bahwa mereka menjadi korban kejahatan siber pas mereka mendapat informasi dari mantan eksekutif Ticketmaster. Live Nation dan Ticketmaster memecat Mead sekitar Oktober 2017. Pemecatan ini merupakan bentuk hukuman dari Ticketmaster kepada Mead, karena perbuatannya yang merugikan perusahaan. Dokumen pengadilan nunjukin kalau Mead kabur ke Inggris di tahun 2019. Dia ditangkap di Italia di awal tahun ini dan diekstradisi ke Amerika Serikat. Mead berusaha untuk menghindari hukuman dengan melarikan diri ke Inggris, namun usahanya sia-sia.

Di tahun 2015, perusahaan induk CrowdSurge, Complete Entertainment Resources, ngelaporin Ticketmaster ke pengadilan sipil. Mereka tuduh Ticketmaster mendominasi pasar dan berusaha buat "menghancurkan persaingan di pasar layanan tiket pre-sale artis dengan berbagai cara". Salah satunya adalah dengan "menghalangi" banyak artis buat kerja sama dengan SongKick, perusahaan yang digabungin sama CrowdSurge di bulan Juni 2015. Mereka juga pake pengaruh mereka di pasar buat "memaksakan" artis buat kerja sama dengan Ticketmaster.

Aksi Ticketmaster ini menunjukkan bahwa mereka memiliki motif untuk menyingkirkan pesaingnya dan mempertahankan monopoli di pasar tiket. Ticketmaster dan SongKick berdamai di tahun 2018. Ticketmaster ngasih $110 juta ke pemilik SongKick dan beli teknologi tiket SongKick dengan harga yang gak dipublikasikan. Perjanjian damai ini kemungkinan dilakukan oleh Ticketmaster untuk menghindari konsekuensi hukum yang lebih berat. Ticketmaster ngaku bersalah atas lima tuduhan penipuan dan bikin perjanjian penundaan penuntutan dengan Departemen Kehakiman di New York di tahun 2020.

Dalam perjanjian ini, Ticketmaster didakwa dengan kejahatan tapi penuntutan ditunda. Ticketmaster, perusahaan yang selama ini dikenal sebagai pemain besar di dunia hiburan, akhirnya harus menghadapi konsekuensi dari perbuatan mereka. Ticketmaster didenda $10 juta dan setuju buat "memodifikasi atau mempertahankan program kepatuhan mereka". Denda ini menunjukkan bahwa Ticketmaster harus membayar mahal atas perbuatannya. Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengkonfirmasi kalau Ticketmaster udah selesain semua syarat perjanjian penundaan penuntutan di bulan Juli 2024.