Chatbot AI Lebih Jago Lawan Teori Konspirasi



Chatbot AI Lebih Jago Lawan Teori Konspirasi - image from: arstechnica - pibitek.biz - Tim

image from: arstechnica


336-280
TL;DR
  • Chatbot ngasih argumen yang tepat sasaran buat penggemar teori konspirasi.
  • Interaksi chatbot dengan penggemar membuat keyakinan teori konspirasi menurun 20 persen.
  • Efek penurunan keyakinan teori konspirasi bertahan dua bulan setelah penggemar ngasih jawaban.

pibitek.biz -Banyak orang percaya teori konspirasi, khususnya di Amerika Serikat. Bahkan diperkirakan setengah penduduknya percaya setidaknya satu teori konspirasi yang nggak masuk akal. Nah, kalo kamu mencoba membantah teori konspirasi dengan fakta dan bukti, biasanya orang yang ngeyel bakal makin kuat keyakinannya. Psikolog menyebutnya "motivated reasoning", yaitu cara berpikir yang bias dan cenderung mendistorsi informasi. Tapi, penelitian terbaru di jurnal Science ngasih angin segar. Mereka membuktikan bahwa chatbot AI bisa ngerubah pemikiran orang yang percaya teori konspirasi.

Keren kan? Penelitian ini ngelakuin eksperimen dengan melibatkan chatbot AI yang ngobrol sama orang-orang yang percaya teori konspirasi. Ternyata, interaksi ini bikin keyakinan mereka terhadap teori konspirasi berkurang, bahkan dua bulan setelah ngobrol sama chatbot. Rahasianya ada di chatbot AI yang punya akses ke data dan informasi yang banyak banget. Dengan begitu, dia bisa ngasih argumen yang tepat sasaran buat masing-masing orang. Gordon Pennycook, seorang psikolog di Cornell University dan salah satu peneliti, bilang kalo ini hasil penelitian yang super menarik. "Hasilnya ini bener-bener keren", ujar Pennycook. "Penelitian ini ngebuat kita ngerti lebih dalam tentang teori konspirasi dan ngebuat kita ngerasa optimis bahwa bukti dan fakta masih penting. Dengan menggunakan teknologi ini, kita bisa ngasih bukti yang tepat sasaran buat orang-orang, sehingga makin ngaruh dan efektif", jelas Pennycook. Biasanya, orang cenderung mempertahankan keyakinannya, meskipun ada fakta yang bertentangan. Makanya, banyak orang pesimis untuk bisa ngubah pikiran orang yang udah terlanjur percaya teori konspirasi.

Ini karena teori konspirasi sifatnya unik dan beda-beda, tergantung orangnya. Thomas Costello, psikolog di American University dan juga salah satu peneliti, jelasin kalo teori konspirasi itu kayak bunglon, bisa berubah wujud. "Teori konspirasi itu macem-macem, gak sama satu sama lain. Orang-orang punya teori konspirasi yang berbeda-beda, dan bukti yang mereka gunakan untuk ngedukung teori mereka juga beda-beda. Makanya, ngebantah teori konspirasi dengan argumen umum gak bakal ngaruh, karena orang-orang punya versi teorinya sendiri-sendiri", jelas Costello.

Nah, di sinilah chatbot AI punya peran penting. Chatbot AI bisa ngasih argumen yang pas dengan teori konspirasi yang dipegang sama masing-masing orang. Jadi, secara teori, chatbot AI lebih jago nge-sway orang dari teori konspirasi kesayangan mereka. Tim peneliti ngelakuin beberapa eksperimen dengan melibatkan 2190 orang yang percaya satu atau beberapa teori konspirasi. Para peserta diajak ngobrol dengan chatbot AI (GT-4 Turbo) dan ngebagi teori konspirasi kesayangan mereka sama bukti yang mereka yakini.

Chatbot AI kemudian ngasih argumen balik yang berdasarkan fakta dan bukti yang spesifik buat masing-masing peserta. GT-4 Turbo ngasih argumen yang di-fact-check sama tim profesional. Hasilnya, 99.2 persen argumennya benar, 0.8 persen agak ngawur, dan 0 persen salah. Kamu bisa cobain ngobrol sama chatbot ini di sini. Pertama, para peserta ngejawab pertanyaan terbuka tentang teori konspirasi yang mereka percayai dan bukti yang mereka punya buat ngedukung teori tersebut. Chatbot AI kemudian merangkum keyakinan masing-masing peserta dalam satu kalimat, misalnya: "9/11 adalah hasil konspirasi karena X, Y, dan Z".

Para peserta kemudian ngasih penilaian tentang akurasi kalimat tersebut berdasarkan keyakinan mereka, dan kemudian ngisi kuesioner tentang teori konspirasi lainnya, sikap mereka terhadap pakar yang terpercaya, AI, orang lain di masyarakat, dan lain-lain. Selanjutnya, tibalah saatnya ngobrol satu lawan satu dengan chatbot AI. Tim peneliti ngatur chatbot AI agar se-persuasif mungkin. Chatbot AI juga dikasih data dari jawaban terbuka yang dikasih para peserta, jadi chatbot bisa ngasih argumen yang lebih pas buat masing-masing orang.

Misalnya, kalo ada orang yang percaya 9/11 adalah hasil konspirasi dan bilang bahwa bahan bakar jet nggak panas cukup buat melelehkan baja, chatbot AI bisa ngasih argumen balik, yaitu laporan NIST yang menunjukkan bahwa baja melemah di suhu yang lebih rendah, dan cukup buat ngelemahkan struktur menara sehingga rubuh. Kalo ada orang yang percaya 9/11 adalah hasil konspirasi dan ngasih bukti adanya pembongkaran, chatbot AI bakal ngasih jawaban yang beda yang disesuaikan dengan teori yang dipegang orang tersebut. Setelah ngobrol sama chatbot AI selama rata-rata 8 menit, para peserta ngejawab kuesioner yang sama lagi.

Costello dkk. Menemukan bahwa interaksi yang tertarget ini bikin penurunan 20 persen keyakinan para peserta terhadap teori konspirasi yang salah, dan penurunan ini bertahan bahkan dua bulan kemudian saat para peserta di-evaluasi lagi. Bence Bago (Tilburg University) dan Jean-Francois Bonnefon (CNRS, Toulouse, France) ngasih komentar tentang penelitian ini. Mereka bilang bahwa efek ini signifikan, lebih besar dibandingkan intervensi lain yang hanya bisa menurunkan keyakinan 1-6 persen. Mereka juga bilang kalo efek ini bertahan lama, meskipun dua bulan masih kurang buat ngilangin keyakinan terhadap teori konspirasi yang salah.