- Korea Selatan deg-degan, senjata nuklir jadi pilihan untuk melawan ancaman nuklir Korea Utara.
- Korea Selatan khawatir Amerika Serikat tak lagi melindungi mereka jika Donald Trump kembali berkuasa.
- Korea Selatan sedang mempertimbangkan untuk membuat senjata nuklir sendiri untuk melindungi negara mereka.
pibitek.biz -Korea Utara kembali membuat geger dunia dengan pamer fasilitas pengayaan uranium miliknya. Kim Jong Un tak mau kalah, dia dengan lantang berjanji akan menambah amunisi nuklirnya secara signifikan. Pamer kekuatan dan ancaman keras ini semakin menegangkan situasi di semenanjung Korea. Korea Utara menunjukkan taringnya dengan mengeluarkan ancaman dan aksi yang makin agresif. Tindakan ini membuat Korea Selatan waspada dan terdorong untuk mempertimbangkan kembali kebijakan pertahanannya. Korea Utara menunjukkan kekuatannya dengan melepaskan beberapa rudal balistik jarak pendek ke laut di antara semenanjung Korea dan Jepang.
2 – Sengketa XRP: Pertempuran Hukum yang Tak Kunjung Berakhir 2 – Sengketa XRP: Pertempuran Hukum yang Tak Kunjung Berakhir
3 – AI Apple: Kekecewaan dan Keterlambatan 3 – AI Apple: Kekecewaan dan Keterlambatan
Tak cukup sampai di situ, Korea Utara juga menguji kesabaran Korea Selatan dengan mengirim balon berisi sampah ke wilayahnya. Tindakan provokatif ini menunjukkan bahwa Korea Utara tak ragu untuk meningkatkan ketegangan dan menyatakan dominasinya di wilayah tersebut. Tak hanya itu, Korea Utara mengeluarkan senjata rahasia yang lebih besar. Mereka menunjukkan peluncur transporter-erektor 12-axle, yang siap digunakan untuk merilis rudal jarak jauh yang bisa mencapai Amerika Serikat. Kemampuan rudal ini merupakan ancaman nyata bagi Amerika Serikat dan menunjukkan bahwa Korea Utara semakin maju dalam mengembangkan teknologi militernya.
Amerika Serikat tentu saja tidak tinggal diam, mereka diharapkan untuk meningkatkan upaya pertahanan untuk menanggapi ancaman ini. Gerakan agresif Korea Utara ini membuat Korea Selatan gelisah dan menimbulkan pertanyaan besar dalam hati masyarakatnya. Mereka bertanya-tanya, "Mungkinkah Korea Selatan terus bergantung pada Amerika untuk menjaga keamanan?" Kecemasan itu semakin kuat karena Korea Utara tak henti-hentinya menunjukkan kekuatan militernya dan mengeluarkan ancaman yang lebih keras. Korea Selatan menyadari bahwa mereka harus mencari solusi yang lebih permanen untuk melindungi diri dari ancaman nuklir Korea Utara.
Lama kelamaan, debat soal senjata nuklir muncul dan semakin memanas di Korea Selatan. Banyak orang berpendapat bahwa sudah saatnya Korea Selatan memiliki senjata nuklir sendiri untuk menyeimbangkan kekuatan dengan Korea Utara. Muncul perdebatan soal apakah Korea Selatan harus mempertahankan kebijakan non-nuklir atau mengubah arah dengan memiliki senjata nuklir sendiri. Dilema ini membagi masyarakat Korea Selatan menjadi dua kubu yang berseberangan pendapat. Amerika Serikat menyebutkan bahwa mereka memiliki janji manis untuk Korea Selatan.
Mereka berjanji akan melindungi Korea Selatan dengan segenap kekuatan militernya, termasuk senjata nuklir. Namun, benarkah Amerika Serikat akan tetap setia pada janjinya? Terlebih lagi, ada bayangan Donald Trump yang bisa saja kembali ke kursi presiden Amerika Serikat. Kim Tae-hyo, wakil kepala keamanan nasional Korea Selatan, mengumumkan kekhawatiran nya terhadap kemungkinan Donald Trump kembali berkuasa. Dia mengatakan bahwa jika Trump kembali menjadi presiden, Amerika Serikat mungkin tak akan lagi terlalu peduli terhadap Korea Selatan.
Kim Tae-hyo berpendapat bahwa Trump mungkin akan mencari untung dari aliansi Amerika Serikat-Korea Selatan dan menegosiasikan ulang biaya pertahanan. Dia juga khawatir bahwa Trump akan menarik pasukan strategis Amerika Serikat dari Korea Selatan untuk mengurangi biaya. Ketakutan ini jelas menjadi ancaman nyata bagi Korea Selatan. Bener juga sih, waktu debat presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, wakil presiden Amerika Serikat, mengalahkan Trump dengan perbedaan sedikit. Namun, keunggulan itu tak menjamin bahwa Trump tak akan kembali menguasai kursi presiden Amerika Serikat.
Korea Selatan harus siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk kehilangan payung nuklir Amerika Serikat. Korea Selatan, Jepang, dan Australia selama ini berada di bawah perlindungan Amerika Serikat. Mereka berharap bahwa Amerika Serikat akan tetap setia menjalankan perannya sebagai pelindung. Namun, ancaman dari Korea Utara semakin keras dan membuat Korea Selatan merasa tak aman. Apa yang akan terjadi jika Amerika Serikat mundur dari perannya sebagai pelindung? Korea Selatan harus mencari solusi lain untuk melindungi dirinya.
Kecemasan itu makin kuat seiring dengan bertambahnya ancaman dari Korea Utara. Tahun 1975, Korea Selatan menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir dan berjanji tak akan mengembangkan senjata nuklir. Namun, situasi politik yang semakin panas membuat Korea Selatan menilai ulang keputusan tersebut. Mereka mulai merasa bahwa kebijakan non-nuklir tak lagi menjamin keamanan negara. Lembaga think-tank Korea Selatan, Institute for National Security Strategy (INSS), yang di bawah naungan Badan Intelijen Nasional Korea Selatan, memberikan rekomendasi yang berani.
Mereka mengatakan, "Korea Selatan harus mulai memikirkan untuk membuat senjata nuklir sendiri!" Rekomendasi tersebut dilontarkan setelah Korea Utara menunjukkan kekuatan nuklirnya yang semakin mengancam. INSS menilai bahwa Korea Selatan harus memiliki senjata nuklir sendiri untuk menanggulangi ancaman dari Korea Utara. Rekomendasi ini merupakan tanda bahwa Korea Selatan mulai merasakan ketidakamanan dan ketakutan terhadap ancaman Korea Utara. Direktur Studi Korea Utara di INSS, Byun Sang-jung, mengumumkan perasaan cemas dan ketakutan masyarakat Korea Selatan.
Dia berkata, "Kim Jong Un sudah lama membuat senjata nuklir. Dia berhasil membuat senjata nuklir yang kecil dan ringan, yang jelas-jelas mengarah ke Korea Selatan. Kita harus bagaimana, sih? Kapan lagi Korea Selatan diizinkan untuk memiliki senjata nuklir?" Byun Sang-jung menekankan bahwa situasi ini merupakan soal hidup dan mati bagi anak-anak mereka. Dia juga mengatakan bahwa banyak orang yang merasa Korea Selatan harus memiliki senjata nuklir supaya seimbang dengan Korea Utara. Pernyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat Korea Selatan mulai merasakan ketakutan dan kecemasan yang mendalam.
Hasil survei dari Korea Institute for National Unification (KINU) menunjukkan bahwa 66% warga Korea Selatan setuju jika negaranya memiliki senjata nuklir sendiri. Lebih dari separuh responden juga merasa hubungan Amerika Serikat-Korea Selatan akan memburuk jika Trump kembali berkuasa. Hasil survei ini menunjukkan bahwa pendukung pemilikan senjata nuklir di Korea Selatan semakin banyak. Para pejabat tinggi Korea Selatan juga memberikan kode bahwa mereka sedang mempertimbangkan kemungkinan memiliki senjata nuklir.
Mereka mengatakan bahwa semua pilihan ada di meja untuk menjaga keamanan nasional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Korea Selatan serius mempertimbangkan kemungkinan memiliki senjata nuklir. Menteri Pertahanan Korea Selatan yang baru, Kim Yong-hyun, mengatakan bahwa semua pilihan ada di meja untuk menjaga keamanan nasional. Pernyataannya langsung diartikan sebagai tanda bahwa Korea Selatan akan membuat senjata nuklir. Kim Yong-hyun seolah-olah mengatakan bahwa Korea Selatan tak akan segan untuk memiliki senjata nuklir jika dirasa perlu.
Kim Yong-hyun memang sudah mengumumkan hal serupa saat awal dia menjabat. Dia mengatakan, "Di bawah pemerintahan Yoon, aliansi kita dengan Amerika Serikat sudah naik level menjadi aliansi 'berbasis nuklir'. Kita menanggapi ancaman nuklir Korea Utara dengan berlindung di bawah payung nuklir dan pencegahan diperluas Amerika Serikat". Kim Yong-hyun menambahkan, "Tapi, kalau itu tak cukup untuk menghalangi ancaman Korea Utara, semua pilihan harus tetap terbuka. Keselamatan warga Korea Selatan adalah prioritas utama".
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Korea Selatan siap mencari solusi lain jika dirasa perlu, termasuk memiliki senjata nuklir. Kim Yong-hyun memang terkenal pro-nuklir. Dia pernah mengatakan tahun 2020, "Tak ada masa depan buat kita (Korea Selatan) tanpa senjata nuklir". Pernyataan ini menunjukkan bahwa Kim Yong-hyun merupakan tokoh yang mendukung pemilikan senjata nuklir di Korea Selatan. Korea Utara semakin agresif, Korea Selatan jadi makin khawatir. Mungkin, pernyataan para pejabat tinggi Korea Selatan itu cuma cara buat nyiapin masyarakat kalau Korea Selatan bakal bikin senjata nuklir kalau keadaan makin parah atau hubungan Korea Selatan-Amerika jadi jelek banget.
Professor Mason Richey, pakar politik internasional dari Hankuk University of Foreign Studies, bilang, "Korea Selatan berhak buat ngepertimbangin semua kemungkinan. Sekarang emang lagi masa-masa yang nggak pasti dan aneh". Pernyataan ini menunjukkan bahwa Korea Selatan harus mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Tapi, menurut Professor Richey, kecil kemungkinan Korea Selatan bakal bikin senjata nuklir dalam 5 tahun ke depan. Soalnya, belum ada kesepakatan bulat di dalam negeri Korea Selatan buat ngambil langkah ini.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun Korea Selatan memikirkan kemungkinan memiliki senjata nuklir, tetapi tak akan segera menjalankan rencana tersebut. Bong Young-shik, peneliti dari Institute for North Korean Studies di Yonsei University, setuju. Dia bilang, "Korea Selatan beda sama Korea Utara. Korea Selatan sangat bergantung sama perdagangan internasional. Kalau mereka bikin senjata nuklir, bisa kena sanksi ekonomi dari seluruh dunia". Pernyataan ini menunjukkan bahwa Korea Selatan harus mempertimbangkan konsekuensi ekonomi jika memutuskan untuk memiliki senjata nuklir. "Kalau Korea Selatan melanggar Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, bakal ngebuat ekonomi Korea Selatan hancur. Nggak cuma itu, bakal ada kontroversi besar juga", katanya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemilikan senjata nuklir akan membawa konsekuensi yang sangat berat bagi Korea Selatan. Bong Young-shik ngerasa Korea Selatan bisa aja menuju ke "latency nuklir". Artinya, Korea Selatan punya kemampuan buat bikin senjata nuklir tapi nggak melakukannya. Cara ini mungkin melibatkan Amerika yang ngasih izin ke Korea Selatan buat memproses ulang uranium di bahan bakar nuklir bekas sampai tingkat kemurnian rendah, jauh di bawah tingkat kemurnian senjata nuklir.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Korea Selatan bisa mencari alternatif lain untuk memperkuat kekuatan militernya tanpa harus memiliki senjata nuklir. "Ini mungkin lebih efektif. Soalnya, Jepang udah diizinin buat memproses ulang uranium", katanya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Korea Selatan bisa mengambil pelajaran dari negara lain yang telah melakukan proses reprocessing uranium. "Mungkin ini nggak cukup, tapi kalau kejadian, bisa dibilang sebagai langkah pertama yang penting", tambahnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Korea Selatan sedang mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih strategis untuk memperkuat keamanan nasionalnya.