- Musik AI belum mampu menyamai kedalaman dan keunikan musik manusia.
- Musik AI hanya mampu meniru bentuk luar, tidak dapat menghadirkan jiwa dan emosi.
- Musik AI memiliki potensi besar untuk membantu musisi, tetapi tidak bisa menggantikan peran musisi.
pibitek.biz -Musik AI tengah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Kemunculan teknologi ini membawa angin segar dan harapan baru bagi industri musik, namun di balik gemerlapnya, terbersit pertanyaan yang menggantung di udara: apakah musik AI benar-benar sebagus yang digembar-gemborkan? Ketika kita menyimak lebih dalam, terasa ada yang janggal, ada yang kurang pas. Musik AI seakan menjanjikan pengalaman mendengarkan musik yang baru dan revolusioner, namun kenyataannya, musik AI masih belum mampu menyamai kedalaman dan keunikan musik yang diciptakan oleh manusia.
2 – Kebocoran Data Asuransi Globe Life dan Upaya Pemerasan 2 – Kebocoran Data Asuransi Globe Life dan Upaya Pemerasan
3 – Startup AI Perplexity Bidik Pendanaan 7 Triliun 3 – Startup AI Perplexity Bidik Pendanaan 7 Triliun
Sebelum era AI, musisi menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan bertahun-tahun, untuk mengasah kemampuan mereka. Mereka duduk berlama-lama di depan piano, gitar, atau instrumen lain, melatih jari-jari mereka untuk memainkan melodi, atau melatih suara mereka untuk menghasilkan suara yang merdu. Mereka mendedikasikan waktu dan tenaga untuk menghasilkan karya musik yang penuh makna dan emosi. Musik AI, di sisi lain, menggunakan algoritma machine learning yang canggih untuk memproses data musik yang telah ada.
Algoritma ini mempelajari berbagai elemen musik, seperti melodi, chord, instrumen, dan genre. AI seakan belajar dari musik-musik terbaik yang pernah ada, menyerap setiap detail dan ciri khasnya. Setelah proses pembelajaran, AI dapat menghasilkan musik baru. Hanya dengan memberikan beberapa kata kunci, AI bisa menciptakan lagu yang sesuai dengan keinginan pengguna. Hal ini memang terdengar menarik, tetapi di balik kemudahannya tersimpan pertanyaan besar: apakah musik AI benar-benar mampu mereplikasi jiwa dan makna yang terkandung dalam musik manusia? Bayangkan sebuah lukisan yang dilukis dengan sempurna oleh robot.
Lukisan tersebut mungkin memiliki warna-warna yang indah dan detail yang luar biasa, tetapi tetap saja, lukisan tersebut tidak memiliki jiwa dan emosi yang sama seperti lukisan yang dilukis oleh manusia. Begitu pula dengan musik AI. Musik AI mungkin memiliki struktur melodi yang sempurna dan harmoni yang indah, tetapi tetap saja, musik tersebut tidak memiliki jiwa dan emosi yang sama seperti musik yang diciptakan oleh manusia. Musik AI, seperti robot yang belajar meniru manusia, mampu menghasilkan sesuatu yang mirip dengan aslinya, tetapi tidak mampu menangkap esensi dan nuansa yang tersembunyi di balik karya manusia.
Musik AI hanya mampu meniru bentuk luar, tetapi tidak dapat menghadirkan kedalaman dan keunikan yang berasal dari jiwa manusia. Dahulu, musik AI masih dalam tahap awal pengembangan, dan hasilnya masih terdengar amatir. Lagu-lagu yang dihasilkan oleh AI seperti Meta's MusicGen, terdengar seperti anak kecil yang baru belajar bernyanyi, masih belum matang dan kurang bertenaga. Namun seiring berjalannya waktu, teknologi AI terus berkembang. Situs seperti Suno muncul dengan kemampuannya untuk menghasilkan lagu full, lengkap dengan semua elemen musiknya.
Lagu-lagu yang dihasilkan Suno terdengar lebih profesional dan kompleks, dan bahkan sulit untuk membedakannya dengan lagu-lagu yang diciptakan manusia. Walaupun musik AI tampak semakin maju, tetap saja ada celah besar antara musik AI dan musik manusia. Jika kita bandingkan dengan film, musik AI seperti menonton film dengan kualitas resolusi rendah di era sekarang. Sangatlah biasa, tapi jika dibandingkan dengan film HD, jelas berbeda. Dalam musik AI, kita seringkali mendengar noise yang mengganggu.
Noise ini mirip seperti suara desis dan kretek-kretek yang terdengar dari radio jadul, atau suara 'hiss' dan 'crackle' dari piringan hitam. Meskipun situs seperti Suno telah berusaha untuk mengurangi noise ini, noise masih tetap ada di sebagian besar lagu yang mereka hasilkan. Contohnya, dalam lagu 'Strongest Duo' yang diproduksi Suno, terdapat noise yang jelas terdengar di bagian vokal. Jika produser musik manusia membuat lagu ini, noise tersebut pasti akan dihilangkan, bahkan diubah menjadi efek yang lebih bertenaga.
Suno juga memiliki lagu yang menggunakan instrumen violin. Jika kita memainkan lagu ini kepada pemain violin profesional atau audio engineer, mereka pasti akan langsung menyadari bahwa suara violin yang dihasilkan AI tidak sebenarnya, tidak hidup seperti suara violin yang dimainkan oleh manusia. Ada genre musik bernama low-fi, yang memang secara sengaja dibuat berisik. Noise dalam low-fi adalah bagian dari karakteristik musiknya. Namun, di musik AI, noise tersebut tidak sengaja muncul, seperti kesalahan program.
Sepertinya, perusahaan musik AI masih belum berhasil menghilangkan noise ini. Popularitas musik AI masih jauh dari musik manusia. Musik AI belum mampu menembus chart musik, menjadi bukti bahwa musik AI masih belum bisa menyamai kualitas musik manusia. Lebih lanjut, keberadaan musik AI juga memunculkan pertanyaan etika. Musik AI belajar dari musik-musik yang telah ada tanpa izin dari pemiliknya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang hak cipta dan pelanggaran etika. Bayangkan, musisi berjuang keras selama bertahun-tahun untuk menciptakan karya musik yang original, tetapi kemudian karya musik mereka digunakan oleh AI tanpa izin.
Ini sangat tidak adil dan merugikan bagi musisi. AI memiliki potensi besar untuk membantu musisi dalam menciptakan musik, misalnya dalam menciptakan efek suara atau mengaransemen musik. Namun, menciptakan lagu full dengan bantuan AI seperti melewatkan proses kreatif, dan merendahkan nilai dan kerja keras para musisi. Musik bukan hanya sekadar suara, tetapi juga mengandung makna, emosi, dan cerita. Kita terkadang jatuh cinta pada sebuah lagu bukan hanya karena musiknya, tetapi juga karena cerita di baliknya.
Kita mungkin jatuh cinta pada lagu Taylor Swift bukan hanya karena musiknya yang indah, tetapi juga karena kisah perjuangannya dan perjalanan kariernya yang penuh inspirasi. Musik AI tidak memiliki cerita, tidak memiliki jiwa. AI hanya mampu menghasilkan suara, tetapi tidak mampu menghasilkan makna dan emosi. Ini adalah perbedaan mendasar antara musik AI dan musik manusia. Proses menciptakan musik merupakan sebuah perjalanan panjang yang penuh tantangan. Musisi harus mendedikasikan waktu, tenaga, dan emosi mereka untuk menghasilkan karya musik yang berkualitas.
Musisi harus berlatih keras untuk mengasah kemampuan mereka, mereka harus berimajinasi untuk menciptakan melodi dan lirik yang menarik, dan mereka harus berani bereksperimen untuk menemukan suara yang unik. Sebaliknya, AI hanya mengandalkan algoritma dan data. AI tidak memiliki pengalaman, tidak memiliki rasa, dan tidak memiliki jiwa. Musik AI mungkin terdengar canggih, tetapi tidak memiliki kedalaman yang sama seperti musik manusia.
Meskipun AI terus berkembang dan mampu menghasilkan musik yang semakin mirip dengan musik manusia, tetap saja ada batasan yang tidak bisa dilampaui AI. Musik AI bisa menjadi alat bantu bagi musisi, tetapi tidak bisa menggantikan peran musisi. Musik manusia memiliki jiwa dan makna yang tidak bisa ditiru oleh AI.