- Degrowth usul nyuci baju pake tangan, tapi itu kerjaan berat dan melelahkan.
- Mesin cuci memudahkan hidup, dan teknologi terus berkembang jadi lebih ramah lingkungan.
- Mesin cuci itu penting, bantu orang untuk hidup lebih baik.
pibitek.biz -Membicarakan tentang degrowth, gerakan yang bertujuan menyelamatkan dunia dengan cara mengecilkan ekonomi, memang seperti menggaruk tanah dengan sikat gigi. Ideologi ini sebatas obrolan hangat para akademisi sosialis Eropa dan gak bakal masuk ke ranah politik. Emang, siapa juga yang mau hidup sengsara? Siapa yang mau rela berkorban demi sebuah ideologi yang gak jelas ujung pangkalnya? Apalagi ideologinya tentang mengecilkan ekonomi yang notabene adalah jantung kehidupan modern. Siapa juga yang rela hidup di zaman batu lagi? Tapi, meski kayak mimpi buruk, degrowth punya dampak.
2 – Ancaman Cerberus, Trojan Perbankan yang Sulit Dideteksi 2 – Ancaman Cerberus, Trojan Perbankan yang Sulit Dideteksi
3 – SimpliSafe Rilis Layanan Pemantauan Aktif Waktu Nyata 3 – SimpliSafe Rilis Layanan Pemantauan Aktif Waktu Nyata
Pikiran anti-pertumbuhan ekonomi udah menular ke banyak orang, bahkan yang gak terlalu peduli dengan politik. Kata-kata "kita gak bisa terus-terusan tumbuh di planet yang terbatas" sering muncul, kayak mantra yang bikin gelisah. Mantra itu bergema di kepala, membisikkan ketakutan akan masa depan yang suram. Apakah kita benar-benar harus hidup dalam keterbatasan? Apakah kita harus membatasi kemajuan demi menyelamatkan bumi? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benak, menciptakan ketidakpastian.
Nah, baru-baru ini, seorang mahasiswa doktoral di Belanda nyeletuk di Twitter tentang mesin cuci. "Cuci baju pake tangan itu melelahkan, tapi bisa jadi momen bonding bareng tetangga", tulisnya. "Lagi pula, cuci tangan itu olah raga. Kita kan suka gym dan lari, kenapa gak cuci baju? Biar sehat". Komentar nyeleneh ini langsung jadi bahan bakar perdebatan. Soalnya, komentar ini menggambarkan pemikiran degrowth secara gamblang: gak paham realitas kehidupan dan prioritas yang gak masuk akal. Cuci baju pake tangan itu kerjaan berat, melelahkan, dan gak nyaman.
Bayangkan, nyuci baju semua anggota keluarga pake tangan. Udah kayak kerja paruh waktu, tanpa bayaran. Belum lagi kalau harus ngurus anak, masak, dan bersih-bersih rumah. Wah, bisa-bisa hidup jadi penuh dengan rutinitas yang membosankan. "Coba deh tanya emak-emak zaman dulu, betapa repotnya mereka nyuci baju pake tangan. Mesin cuci itu penyelamat", ujar para ahli sejarah perempuan. Mereka tahu betul betapa beratnya beban perempuan di masa lalu. Bayangkan, mencuci pakaian dengan tangan di sungai atau sumur, tanpa air bersih dan detergen yang memadai.
Membayangkan saja sudah terasa melelahkan. Mesin cuci menjadi simbol pembebasan perempuan dari jeratan pekerjaan rumah tangga yang berat. Ini bukan sekadar alat rumah tangga, tapi alat yang membantu perempuan mencapai kemerdekaan dan kesetaraan. Mesin cuci juga gak menjadi penyebab kerusakan lingkungan seperti yang dikeluhkan para penganut degrowth. Biaya operasionalnya cuma beberapa dolar per tahun, bahkan lebih irit dibandingkan dengan model lama. Bayangkan, mesin cuci sekarang 50 persen lebih besar, tapi konsumsi air dan listriknya 25 persen lebih kecil dibandingkan dengan model tahun 1980an.
Ini semua berkat inovasi teknologi yang terus berkembang. Teknologi bukan musuh lingkungan, tapi justru solusi untuk mengatasi masalah lingkungan. Kenapa degrowth malah menentang teknologi? Apakah mereka bermimpi kembali ke zaman batu? Jadi, proposal nyuci baju pake tangan itu sama aja kayak mengganti kerjaan mesin yang boros energi dengan kerjaan manual yang berat dan menyita waktu, tanpa manfaat nyata bagi lingkungan. Ini bukan solusi, tapi malah menambah beban dan kesulitan. Memang, degrowth punya jargon "hidup sederhana", tapi hidup sederhana dengan cara menyiksa diri? Gak masuk akal.
Kita bisa hidup sederhana dengan cara yang lebih cerdas, dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan efisien. Para penganut degrowth yang lebih rasional mungkin akan bilang "mesin cuci harus awet dan gampang diperbaiki". Tapi, bagi mereka, ide yang paling radikal selalu lebih menarik. Kayak nge-promote cuci baju pake tangan, demi menarik perhatian. Mereka lupa bahwa hidup ini bukan tentang mengumbar keunikan, tapi tentang menyelesaikan masalah. Mesin cuci yang awet dan mudah diperbaiki memang penting, tapi bukan alasan untuk menolak teknologi.
Teknologi itu bisa diubah, diadaptasi, dan dikembangkan agar lebih ramah lingkungan. Degrowth itu lebih mirip gaya hidup daripada gerakan politik. Pengikutnya terpesona dengan bayangan masa lalu, di mana manusia bekerja keras dan berdampingan dengan alam. Mereka bikin kebijakan berdasarkan kriteria estetika, tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan. Ini seperti orang yang ingin kembali ke zaman batu, tanpa menyadari bahwa zaman batu itu penuh dengan kesulitan dan bahaya. Gak ada salahnya memilih gaya hidup anti-konsumsi.
Tapi, mengurangi kualitas hidup orang lain tanpa manfaat nyata bagi lingkungan itu gak benar. Membuat orang lain hidup sengsara demi sebuah ideologi yang gak jelas itu namanya egois. Perdebatan mesin cuci ini mengingatkan kita betapa indahnya kehidupan sekarang. Kita bebas dari kerjaan berat yang dulu dilakukan oleh para nenek moyang kita. Bayangkan, mereka harus bekerja keras dari pagi hingga malam untuk mencukupi kebutuhan hidup. Mereka gak punya waktu untuk bersantai, bermain, atau belajar. Hidup mereka dipenuhi dengan kerja keras dan kesulitan.
Coba deh bayangkan, betapa sengsaranya mereka nyuci baju pake tangan setiap minggu. Ngenes, kan? Bayangkan, tangan mereka kasar dan luka karena terus-menerus bergesekan dengan sabun dan kain kasar. Bayangkan, mereka harus meringkuk di dekat sumur atau sungai, tanpa bisa menikmati matahari pagi. Nah, si ahli statistik, Hans Rosling, punya TED Talk yang keren banget tentang mesin cuci. Dia bilang, mesin cuci adalah salah satu penemuan terpenting yang pernah ada. Di berbagai negara berkembang, banyak orang masih nyuci baju pake tangan.
Mereka hidup dalam kemiskinan dan kesulitan, tanpa akses teknologi yang memadai. "Bayangkan, kamu harus nyuci baju pake tangan setiap hari. Itu bukan sejarah. Itu kehidupan sehari-hari bagi miliaran orang di seluruh dunia", kata Rosling. Dia mengingatkan kita bahwa kemajuan teknologi itu penting, terutama bagi mereka yang masih hidup dalam kesulitan. Rosling juga bilang, kalau rakyatnya gak suka, orang-orang pasti akan memilih mesin cuci. Itu menunjukkan bahwa kemajuan teknologi memang dibutuhkan oleh masyarakat.
Kita gak bisa hidup dalam masa lalu yang penuh dengan kesulitan. Kita harus terus maju dan mengembangkan teknologi agar hidup kita lebih mudah dan nyaman. Data PBB menunjukkan bahwa hanya 2 miliar orang di dunia yang punya mesin cuci. Sisanya, 6 miliar orang, masih nyuci baju pake tangan. Itu bukan masa lalu, tapi realitas yang menyedihkan. Masih banyak orang di dunia yang hidup dalam kemiskinan, tanpa akses teknologi yang memadai. Kita harus membantu mereka agar mereka bisa menikmati hidup yang lebih baik.
Perdebatan mesin cuci ini bukan sekedar teori. Kita bisa memilih untuk mendukung teknologi baru yang lebih murah dan ramah lingkungan. Kita bisa menaruh perhatian pada infrastruktur listrik. Kita bisa menentukan prioritas mana yang paling penting bagi masyarakat. Di Sidang Umum PBB tahun ini, para pemimpin dunia sedang membahas strategi untuk membantu negara-negara berkembang. Apakah mereka akan memprioritaskan mesin cuci? Atau mereka akan tetap terjebak dalam teori-teori yang gak jelas, yang gak peduli dengan nasib manusia? Kalau kita menganggap mesin cuci sebagai barang mewah yang gak penting, kebijakan kita akan mencerminkan hal itu.
Tapi, kalau kita menganggap mesin cuci sebagai alat yang membantu emansipasi perempuan, kebijakan kita akan berubah. Kita harus melihat teknologi sebagai solusi, bukan sebagai ancaman. Degrowth mungkin gak akan pernah sukses, tapi kepura-puraan tentang kemajuan material di dunia ini punya dampak yang nyata. Kita perlu menentukan prioritas. Maukah kita membantu orang lain mencapai kualitas hidup yang lebih baik, atau malah menghalangi kemajuan? Kita harus berpikir secara realistis, bukan idealis. Kita harus melihat dunia dengan apa adanya, bukan dengan apa yang kita inginkan.