Paradoks Kesenjangan Keterampilan AI untuk Perempuan



Paradoks Kesenjangan Keterampilan AI untuk Perempuan - the photo via: aibusiness - pibitek.biz - Organisasi

the photo via: aibusiness


336-280
TL;DR
  • Perempuan kurang mengikuti pelatihan AI dibandingkan pria.
  • Kesenjangan keterampilan AI berbasis gender berdampak serius.
  • Pendekatan kolaboratif diperlukan untuk mengatasi kesenjangan.

pibitek.biz -Perkembangan pesat teknologi AI secara signifikan mengubah lanskap industri dan ekspektasi pasar kerja. Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia semakin giat mencari karyawan yang menguasai keterampilan AI, sebuah kebutuhan yang semakin mendesak dan tak terelakkan. Data terbaru menunjukkan bahwa 71% eksekutif perekrutan lebih memilih kandidat dengan keterampilan AI daripada yang tidak, meskipun kandidat yang tidak memiliki keterampilan AI memiliki pengalaman tradisional yang lebih luas. Kemampuan memahami dan menggunakan AI menjadi kriteria penting dalam persaingan perekrutan di era modern.

Namun, di balik pertumbuhan pesat permintaan keterampilan AI, tersembunyi sebuah ketidaksetaraan yang mengkhawatirkan. Perempuan tidak mengikuti pelatihan AI dengan kecepatan yang sama dengan pria, meskipun perempuan justru lebih rentan terhadap dampak teknologi AI. Hasil penelitian McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa sebagian besar hilangnya pekerjaan akibat otomatisasi akan dialami oleh perempuan tanpa gelar sarjana. Hal ini disebabkan oleh perempuan yang cenderung mendominasi pekerjaan tingkat awal yang paling rentan terhadap otomatisasi.

Kesenjangan keterampilan AI yang berbasis gender ini membawa konsekuensi ekonomi dan sosial yang serius jika diabaikan. Kurangnya representasi perempuan dalam bidang AI tidak hanya memperburuk kesenjangan yang ada dalam sektor teknologi, tetapi juga berisiko memicu pengembangan dan penerapan AI yang tidak mempertimbangkan perspektif beragam. Untuk memastikan evolusi AI yang bertanggung jawab dan inklusif, mengatasi kesenjangan keterampilan ini menjadi tugas yang mendesak. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam pembelajaran AI semakin terlihat dari data pendaftaran kursus AI di platform pembelajaran daring seperti Coursera.

Sepanjang tahun lalu, terjadi peningkatan pesat dalam pendaftaran kursus AI Generatif di Inggris, dengan kenaikan sebesar 961% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, data menunjukkan bahwa laki-laki milenial mendominasi pembelajaran AI. Dari data pendaftaran kursus AI Generatif di Coursera, 72% peserta berasal dari kalangan laki-laki, baik di Inggris maupun di tingkat global. Ketidakseimbangan ini semakin terasa pada kelompok usia 28-43 tahun, yang akan menjadi tulang punggung tenaga kerja di masa depan.

Jika perempuan tidak memiliki keterampilan AI yang tepat, mereka akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mendapatkan posisi di berbagai bidang yang mendorong perubahan dan inovasi. Ketidakseimbangan gender dalam dunia AI tidak hanya berdampak pada kesempatan kerja, tetapi juga berisiko memperkuat bias yang ada dalam teknologi AI. Sebuah studi UNESCO tahun 2024 mengumumkan bahwa LLM seringkali merefleksikan dan memperkuat bias gender. LLM lebih sering menggambarkan perempuan dalam peran domestik dibandingkan dengan laki-laki, bahkan hingga empat kali lipat.

Kata-kata yang dikaitkan dengan perempuan cenderung berfokus pada "rumah", "keluarga", dan "anak-anak", sedangkan kata-kata yang dikaitkan dengan laki-laki lebih sering merujuk pada "bisnis", "eksekutif", dan "karir". Tanpa representasi perempuan yang setara dalam bidang AI dan machine learning (ML), bias ini akan terus berlanjut. Akibatnya, solusi teknologi yang dihasilkan tidak hanya mengabaikan tantangan spesifik yang dihadapi perempuan, tetapi bahkan berpotensi memperburuknya. Untuk mencapai revolusi AI yang adil dan setara, diperlukan upaya untuk mengatasi masalah ini.

Pendekatan kolaboratif dari berbagai pihak menjadi kunci untuk mengatasi kesenjangan gender dalam keterampilan AI. Pemerintah dan sektor swasta memiliki peran penting dalam merumuskan kembali pengembangan keterampilan AI agar lebih inklusif dan mempertimbangkan kebutuhan perempuan. Di Inggris, skema AI Upskilling Fund merupakan langkah awal yang positif dari pemerintah. Inisiatif ini bertujuan untuk mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) dengan memberikan dana yang seimbang untuk pelatihan keterampilan AI bagi karyawan mereka.

Namun, inisiatif ini hanya menyediakan sumber daya untuk pelatihan, sementara implementasi pelatihan dan penciptaan kesempatan yang setara untuk akses pelatihan menjadi tanggung jawab perusahaan. Perusahaan perlu secara kritis mengevaluasi program pelatihan mereka dan memastikan bahwa program tersebut mudah diakses oleh perempuan, sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka, serta menawarkan pilihan pembelajaran yang fleksibel yang dapat mengakomodasi berbagai tahapan hidup dan tanggung jawab. Selain perubahan struktural, menciptakan budaya yang terbuka dan suportif dalam bidang AI juga sangat penting.

Untuk mendorong perempuan untuk menekuni dan berkembang dalam bidang AI, diperlukan perubahan budaya yang menghargai dan mempromosikan keragaman di semua tingkatan. Organisasi perlu aktif menciptakan lingkungan di mana perempuan merasa diterima dan dihargai, dan kontribusi mereka diakui dan diberi penghargaan. Memperhatikan kebutuhan khusus perempuan dalam pembelajaran AI menjadi langkah penting. Penelitian Coursera tentang praktik terbaik untuk menciptakan sektor pendidikan yang lebih setara menunjukkan bahwa ada cara-cara yang terbukti efektif untuk menyesuaikan pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan perempuan.

Akses terhadap peluang pembelajaran yang fleksibel dan mudah diakses sangat penting untuk memastikan bahwa perempuan dapat terus meningkatkan keterampilan mereka di tengah beragam tanggung jawab profesional dan pribadi mereka. Pentingnya pembelajaran daring dalam mencapai kesetaraan gender dalam akses pendidikan semakin terbukti. Laporan World Economic Forum, yang menggabungkan data dari Coursera, menunjukkan bahwa 60% perempuan yang memiliki tanggung jawab sebagai pengasuh akan menunda atau bahkan tidak sama sekali mengikuti pembelajaran jika tidak ada pilihan pembelajaran daring.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran jarak jauh sangat berharga bagi perempuan yang memiliki banyak tanggung jawab. Dengan berinvestasi dalam jalur pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi perempuan, kita dapat memastikan bahwa revolusi AI menjadi transformatif, memberdayakan, dan adil.