Interpol Gagalkan Penipuan Siber di Afrika Barat



Interpol Gagalkan Penipuan Siber di Afrika Barat - credit for: thehackernews - pibitek.biz - Meta

credit for: thehackernews


336-280
TL;DR
  • INTERPOL dan negara-negara anggota bekerjasama untuk membongkar kejahatan siber yang menargetkan korban di berbagai negara.
  • Para penipu menggunakan teknik penipuan yang canggih untuk mencuri data dan uang dari korban.
  • Kerja sama internasional dan kesadaran masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi kejahatan siber yang terus berkembang.

pibitek.biz -Organisasi Kriminalitas Internasional (INTERPOL) berhasil menangkap delapan orang di Pantai Gading dan Nigeria sebagai bagian dari operasi besar-besaran untuk melawan kejahatan siber, khususnya penipuan phishing dan penipuan asmara. Operasi yang diberi nama "Operation Contender 2.0" ini bertujuan untuk mengatasi kejahatan siber yang berkembang pesat di Afrika Barat. Salah satu kejahatan siber yang ditargetkan dalam operasi ini adalah penipuan phishing skala besar yang menargetkan warga negara Swiss.

Para penipu menggunakan situs web iklan kecil untuk menipu para korban, dan mengarahkan mereka ke situs web palsu yang dirancang untuk meniru platform pembayaran yang sah. Para penipu kemudian mencuri informasi pribadi korban, seperti kredensial atau nomor kartu mereka, dengan menggunakan kode QR. Untuk meningkatkan kredibilitas mereka, para pelaku bahkan menyamar sebagai agen layanan pelanggan platform pembayaran yang sah melalui telepon. Otoritas Swiss melaporkan setidaknya 260 kasus penipuan yang terkait dengan skema ini antara Agustus 2023 dan April 2024.

Kasus tersebut mendorong penyelidikan bersama yang mengarah ke Pantai Gading, tempat para penipu beroperasi. Tersangka utama dalam kasus ini telah mengakui keterlibatannya dalam skema penipuan tersebut dan mengaku telah memperoleh keuntungan ilegal lebih dari $1,9 juta. Selain tersangka utama, lima orang lainnya yang terlibat dalam kegiatan kriminal siber di lokasi yang sama juga ditangkap. Dalam kasus terpisah, pada 27 April 2024, pihak berwenang menangkap seorang tersangka dan kaki tangannya di Nigeria sehubungan dengan penipuan asmara.

Penangkapan ini dilakukan setelah pihak berwenang Finlandia memberi tahu Kepolisian Nigeria melalui INTERPOL bahwa seorang warga negara Finlandia telah menjadi korban penipuan asmara dan kehilangan sejumlah besar uang. Penipuan asmara merupakan bentuk kejahatan yang sangat berbahaya dan merugikan para korban. Para penipu menciptakan identitas palsu di aplikasi kencan dan platform media sosial untuk menjalin hubungan romantis dengan calon korban, hanya untuk mencuri uang mereka. Penipuan siber semakin berkembang seiring dengan ketergantungan manusia terhadap teknologi dalam berbagai aspek kehidupan.

Pelaku kejahatan siber menggunakan berbagai teknik untuk mencuri data dan melakukan kegiatan penipuan. Operasi Contender 2.0 menunjukkan pentingnya kerja sama internasional dalam memerangi kejahatan siber dan membawa para pelaku ke pengadilan. Upaya untuk memerangi kejahatan siber tidak berhenti di Afrika Barat. Di Amerika Serikat, Departemen Kehakiman (DoJ) baru-baru ini menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Oludayo Kolawole John Adeagbo, seorang warga negara ganda Nigeria dan Inggris Raya yang berusia 45 tahun, atas perannya dalam skema penipuan email bisnis (BEC) senilai jutaan dolar.

Adeagbo terbukti berkonspirasi dengan pihak lain untuk melakukan beberapa skema BEC yang merugikan sebuah universitas di Carolina Utara lebih dari $1,9 juta. Mereka juga berupaya mencuri lebih dari $3 juta dari entitas korban di Texas, termasuk badan pemerintah daerah, perusahaan konstruksi, dan sebuah perguruan tinggi di Houston. Di tengah meningkatnya kejahatan siber, Facebook, yang sekarang dikenal sebagai Meta, telah menjalin kemitraan dengan bank-bank di Inggris untuk melawan penipuan di platform mereka.

Program kemitraan ini, yang disebut Pertukaran Informasi Kecurangan Timbal Balik (FIRE), bertujuan untuk berbagi informasi antara Meta dan bank-bank tentang penipuan yang terjadi di platform mereka. Meskipun INTERPOL dan berbagai lembaga penegak hukum di seluruh dunia terus berupaya untuk memerangi kejahatan siber, upaya tersebut masih jauh dari cukup. Penipuan siber terus berkembang dan menjadi semakin canggih, sehingga sangat sulit untuk dihentikan. Para penipu dengan mudah bersembunyi di balik identitas palsu dan menggunakan teknologi yang sulit dilacak untuk menipu korban.

Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi para penipu dan menjerat mereka ke dalam proses hukum telah menyebabkan hilangnya kepercayaan dan mendorong munculnya budaya ketakutan di kalangan masyarakat yang rentan menjadi korban penipuan siber. Perjuangan melawan kejahatan siber membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penegak hukum, perusahaan teknologi, dan masyarakat luas. Peningkatan kesadaran dan pendidikan tentang kejahatan siber, pengembangan teknologi pencegahan yang lebih canggih, dan kerja sama internasional yang lebih kuat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan yang kompleks ini.

Kolaborasi yang kuat antara INTERPOL dan negara-negara anggota, serta kemitraan dengan perusahaan teknologi seperti Meta, merupakan langkah positif untuk memerangi kejahatan siber. Upaya yang berkelanjutan untuk melacak dan menangkap para pelaku kejahatan siber, serta meningkatkan kesadaran masyarakat, diharapkan dapat membantu untuk mengurangi tingkat kejahatan siber dan melindungi masyarakat dari berbagai bentuk penipuan.