Bahaya Minyak dari Kapal Nazi di Perairan Brasil



Bahaya Minyak dari Kapal Nazi di Perairan Brasil - photo from: dw - pibitek.biz - Rahasia

photo from: dw


336-280
TL;DR
  • Bangkai kapal Nazi yang tenggelam di Atlantik Selatan menyimpan potensi bahaya besar bagi ekosistem laut dan garis pantai Brasil.
  • Kegiatan penyelaman ilegal di perairan internasional meningkatkan risiko pencemaran laut dan kebocoran minyak dari bangkai kapal.
  • Pemerintah dan organisasi internasional harus mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini dengan melakukan pemantauan ketat terhadap bangkai kapal dan menegakkan hukum internasional.

pibitek.biz -Perairan Brasil menyimpan rahasia kelam yang terkubur di kedalaman laut. Selama bertahun-tahun, pantai-pantai di wilayah timur laut Brasil dihiasi oleh pemandangan yang aneh: gumpalan-gumpalan karet besar yang terdampar di pasir putih. Misteri ini, yang selama ini membingungkan para peneliti, akhirnya terpecahkan oleh para ahli biologi kelautan Brasil. Tim peneliti dari Institut Ilmu Kelautan (Labomar) di Universitas Federal CearĂ¡ (UFC) dan Universitas Otonom Barcelona berhasil mengungkap asal usul karet-karet tersebut.

Melalui penelitian yang cermat, mereka menemukan bahwa gumpalan karet seberat hingga 200 kg itu berasal dari bangkai kapal kargo Jerman MS Weserland. Kapal ini tenggelam pada 3 Januari 1944, terbenam di kedalaman lebih dari 5.000 meter di Samudra Atlantik Selatan. Perang Dunia Pertama dan Kedua menandai era penting bagi karet sebagai bahan baku vital dalam pembuatan mobil, pesawat terbang, dan seragam militer. Dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan material perang, Jerman melakukan perjalanan jauh ke Asia Tenggara, termasuk Singapura, Malaysia, dan Indochina (sekarang Vietnam, Laos, dan Kamboja) untuk mendapatkan pasokan lateks dalam bentuk bal.

Selain karet, kapal-kapal Jerman juga mengangkut logam seperti kobalt, seng, dan wolframit. Para peneliti Brasil menghitung bahwa kargo yang diangkut oleh MS Weserland bernilai sekitar $17 hingga $68 juta (sekitar Rp 240 juta hingga Rp 960 juta), jika dihitung berdasarkan harga seng pada Mei 2021. Wolframit, salah satu logam yang diangkut oleh MS Weserland, mendapatkan popularitas di pasar saham selama pandemi karena fungsinya dalam pembuatan telepon seluler, tablet, dan komputer. Luis Ernesto Arruda Bezerra dari Institut Ilmu Kelautan UFC menjelaskan bahwa permintaan tinggi terhadap wolframit menjadi salah satu faktor yang mendorong pencurian dari bangkai kapal.

Penelitian yang akan dipublikasikan oleh jurnal ilmiah Ocean and Coastal Research (OCR) dan telah dilihat oleh DW, menunjukkan bahwa hilangnya bal karet dari bangkai kapal bertepatan dengan melonjaknya harga logam dalam kargo. Bukti ini semakin memperkuat dugaan bahwa operasi penyelaman ilegal sedang berlangsung di perairan internasional. Diperkirakan terdapat 3 juta kapal yang tenggelam dan ditinggalkan di lautan dunia, termasuk 8.500 bangkai kapal yang berpotensi mencemari lingkungan, menurut data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Peneliti dari Universitas Federal Alagoas (Ufal) dan UFC menggunakan simulasi matematika dan analisis arus laut antara Brasil dan Afrika untuk menentukan bahwa karet tersebut berasal dari dua kapal Nazi Jerman yang tenggelam selama Perang Dunia Kedua di Atlantik Selatan. Situs web Sixtant, yang merekam informasi tentang kapal yang tenggelam di Atlantik Selatan, menjadi sumber data penting bagi para peneliti UFC dalam melacak asal usul karet. Situs web tersebut mencantumkan 25 kapal selam Jerman dan satu kapal selam Italia yang tenggelam selama Perang Dunia Kedua dalam operasi bersama yang melibatkan Angkatan Laut AS, Brasil, dan Inggris.

Data Sixtant mencatat 548 kapal yang tenggelam di Atlantik Selatan antara tahun 1939 dan 1945, di antaranya 56 kapal Jerman. Beberapa kapal yang tenggelam mengangkut lebih dari 7.000 ton minyak pemanas dan 1.200 ton solar, seperti Esso Hamburg yang dihancurkan pada Juni 1941. Berdasarkan informasi di situs web Sixtant, setidaknya empat kapal mengangkut minyak pemanas dan lima kapal mengangkut karet. Gumpalan karet pertama yang ditemukan di Brasil pada tahun 2018 dan 2019 berasal dari MS Rio Grande, kapal Jerman yang dihancurkan oleh AS pada tahun 1944 saat mencoba menerobos blokade laut yang diberlakukan oleh AS.

Para peneliti UFC meyakini bahwa karet-karet tersebut terlepas dari kapal-kapal karena dua alasan: pertama, karena proses pelapukan alami bangkai kapal; dan kedua, karena aktivitas pencurian dan operasi ilegal yang mengincar bahan baku. Mereka juga menyatakan bahwa pemantauan bangkai kapal di perairan internasional di lepas pantai Brasil tidak cukup untuk mengidentifikasi potensi pencemaran. Sejauh ini, pemantauan dilakukan oleh AS. UFC berencana untuk memetakan bangkai kapal guna mengklasifikasikan risiko yang ditimbulkannya terhadap pantai Brasil.

Marcelo Soares dari Institut Ilmu Kelautan UFC mengatakan bahwa upaya tersebut tidak mudah, karena sebagian besar kapal berada di kedalaman lebih dari 4.000 meter. Arrruda Bezerra menjelaskan bahwa operasi pembongkaran kapal untuk mengambil logam dapat menyebabkan pelepasan karet dan minyak sebagai efek samping. Bahan-bahan tersebut dapat terbawa arus laut dan mencapai pantai. Pertanyaannya bukan apakah minyak akan tumpah, tetapi kapan minyak akan tumpah. Antara tahun 2020 dan Juli 2024, Angkatan Laut Brasil mencatat rata-rata 14 kebocoran minyak per bulan dari berbagai sumber di lepas pantai Brasil, total 758 insiden.

Tahun ini, 87 kasus kebocoran minyak telah dilaporkan, melibatkan 153.700 liter minyak. Arruda Bezerra khawatir bahwa kebocoran minyak dari bangkai kapal dapat menyebabkan bencana lingkungan seperti yang terjadi pada tahun 2019. Tahun itu, Brasil mengalami tumpahan minyak terbesar yang pernah tercatat di perairan tropis, dengan sekitar 5.000 ton minyak terdampar di pantai 11 negara bagian. Penyebab tumpahan minyak tersebut masih belum pasti. Penelitian ini mengungkap kenyataan pahit tentang jejak masa lalu yang terus mengancam masa depan.

Bangkai kapal Nazi yang tertidur di dasar laut menyimpan potensi bahaya yang besar bagi ekosistem laut dan garis pantai Brasil. Kejahatan masa lalu, yang dibungkus oleh kegelapan laut, kini kembali menghantui dalam bentuk ancaman lingkungan yang nyata. Sampah-sampah dari kapal-kapal Nazi yang tenggelam menjadi saksi bisu kekejaman perang, yang dampaknya tidak hanya dirasakan pada masa perang, tetapi juga terus berlanjut hingga saat ini. Bahan-bahan berbahaya, yang terkubur di dasar laut selama puluhan tahun, kini perlahan-lahan dilepaskan kembali ke lingkungan, mengancam kehidupan laut dan manusia.

Ketidakmampuan untuk mengendalikan aktivitas penyelaman ilegal di perairan internasional semakin memperburuk masalah. Keserakahan manusia, yang tak terhentikan oleh batas-batas hukum dan moral, menyerang bahkan sisa-sisa perang yang terbengkalai. Perairan internasional yang seharusnya menjadi ruang untuk kehidupan, justru menjadi medan pertempuran baru yang diwarnai oleh eksploitasi dan ketamakan. Peningkatan aktivitas penyelaman ilegal di perairan internasional menunjukkan bahwa hukum internasional, yang seharusnya melindungi laut dari eksploitasi, tidak efektif dalam mencegah kejahatan transnasional.

Kekuatan hukum internasional, yang didasarkan pada konsensus antar negara, ternyata rapuh di hadapan kepentingan ekonomi dan ambisi pribadi. Tindakan pencegahan, yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam menghadapi ancaman lingkungan, justru terlambat dilakukan. Kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh bangkai kapal baru muncul setelah dampak negatifnya mulai dirasakan. Ironi terjadi ketika manusia terlambat menyadari bahwa tindakan yang seharusnya diambil di masa lalu, kini menjadi tanggung jawab yang berat untuk diatasi.

Keadaan ini mengungkap kelemahan fundamental dalam pengelolaan sumber daya laut. Pemantauan dan kontrol terhadap aktivitas manusia di laut yang terbatas, mengakibatkan lautan menjadi ruang bebas untuk kejahatan. Ketidakmampuan untuk mengontrol eksploitasi dan pencurian di dasar laut, menunjukkan bahwa laut, yang selama ini dianggap sebagai harta bersama manusia, justru menjadi medan pertempuran untuk perebutan kekuasaan dan sumber daya. Pemerintah dan organisasi internasional harus segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini.

Pemantauan ketat terhadap bangkai kapal, khususnya di perairan internasional, merupakan langkah awal yang penting. Penegakan hukum internasional dan kerja sama antar negara harus menjadi prioritas utama untuk mencegah eksploitasi dan pencurian di dasar laut. Pencemaran laut akibat tumpahan minyak dan pelepasan bahan berbahaya merupakan ancaman serius bagi ekosistem laut dan kehidupan manusia. Kejahatan masa lalu, yang terus menghantui, harus diakui dan ditangani dengan serius. Masa depan laut, yang terancam oleh keserakahan dan ketidakpedulian manusia, hanya dapat diselamatkan dengan tindakan nyata dan komitmen yang kuat dari semua pihak.