- Algoritma kuantum seperti QAOA dan DQI masih dalam tahap awal pengembangan dan belum menunjukkan bukti yang kuat tentang kemampuannya untuk mengungguli algoritma klasik.
- Penelitian tentang algoritma kuantum terus berlanjut dengan serius, namun masih banyak tantangan teknis dan teoretis yang harus diatasi sebelum komputasi kuantum dapat menyelesaikan masalah-masalah yang sulit.
- Algoritma DQI memberikan contoh yang menarik tentang bagaimana kemampuan algoritma kuantum untuk memecahkan masalah NP-hard dengan rasio aproksimasi yang lebih baik sedang dieksplorasi.
pibitek.biz -Sebuah diskusi hangat tengah berlangsung di dunia komputasi kuantum mengenai kemampuan algoritma kuantum untuk memecahkan masalah optimasi NP-hard. Algoritma Quantum Approximate Optimization Algorithm (QAOA), yang menjadi pusat perhatian, diklaim memiliki potensi besar untuk merevolusi berbagai industri dengan kemampuannya menemukan solusi yang lebih baik untuk masalah-masalah tersebut. Namun, klaim ini seringkali diiringi oleh kurangnya bukti empiris yang meyakinkan. Para peneliti dan ahli di bidang komputasi kuantum kerap dihadapkan pada pertanyaan tentang efektivitas QAOA dalam memecahkan masalah optimasi NP-hard.
2 – Keamanan Siber: RSA Terancam, Paket Palsu Merajalela 2 – Keamanan Siber: RSA Terancam, Paket Palsu Merajalela
3 – Google Kerjasama dengan Reaktor Nuklir untuk AI 3 – Google Kerjasama dengan Reaktor Nuklir untuk AI
Meskipun penelitian tentang algoritma ini terus berlanjut dengan serius, hingga saat ini, belum ada bukti yang kuat menunjukkan bahwa QAOA mengungguli algoritma klasik terbaik dalam menyelesaikan masalah yang benar-benar relevan. Terdapat kecenderungan dalam banyak publikasi ilmiah yang membahas QAOA, di mana para peneliti terkesan terlalu optimis dalam menyajikan hasil tanpa secara eksplisit membahas atau bahkan menghindari pertanyaan mengenai kecepatan atau efisiensi algoritma tersebut. Hal ini, pada akhirnya, dapat menimbulkan simpulan yang keliru bagi pembaca awam.
Mereka mungkin berasumsi bahwa QAOA memiliki keunggulan yang signifikan, padahal kenyataannya masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Kekecewaan atas kurangnya bukti empiris mengenai keunggulan QAOA ini diumumkan oleh seorang ahli di bidang komputasi kuantum. Dia mengumumkan bahwa meskipun telah membaca banyak publikasi tentang QAOA, dia tidak menemukan bukti yang mendukung klaim bahwa algoritma ini dapat mengungguli algoritma klasik dalam menyelesaikan masalah yang penting. Namun, sebuah angin segar muncul dari sebuah penelitian yang diterbitkan pada musim panas ini.
Penelitian ini, yang dilakukan oleh Stephen Jordan dan timnya dari Google dan institusi lainnya, memperkenalkan sebuah algoritma kuantum baru bernama Decoded Quantum Interferometry (DQI). Algoritma DQI dirancang untuk menyelesaikan berbagai masalah optimasi NP-hard, dengan contoh kasus yang paling dikenal adalah "Optimal Polynomial Intersection" (OPI). Dalam OPI, tujuannya adalah untuk menemukan sebuah polinomial dengan derajat rendah yang memotong sebanyak mungkin subset dari daftar subset yang diberikan.
Stephen Jordan dan timnya berhasil menunjukkan bahwa DQI mampu memenuhi sebagian besar batasan masalah OPI dalam waktu polinomial. Keberhasilan DQI ini diklaim sebagai bukti pertama yang serius tentang kemampuan algoritma kuantum untuk memberikan rasio aproksimasi yang lebih baik dalam menyelesaikan masalah NP-hard. Perlu diingat bahwa ini bukanlah klaim pertama tentang keunggulan algoritma kuantum dalam menyelesaikan masalah NP-hard. Sebelumnya, Farhi et al. Pernah mengklaim bahwa QAOA dapat menyelesaikan masalah bernama MAX-E3LIN2 dengan lebih baik.
Namun, klaim tersebut kemudian dibatalkan oleh sekelompok ahli komputer yang menemukan algoritma klasik yang mampu mencapai rasio aproksimasi yang lebih tinggi. Algoritma DQI menorehkan pencapaiannya dengan memanfaatkan struktur aljabar yang kuat dalam masalah OPI. DQI menggunakan transformasi Fourier kuantum untuk mengubah masalah OPI menjadi masalah decoding optimal untuk kode koreksi kesalahan tertentu. Di sini, muncul tantangan baru. Transformasi tersebut mungkin tidak selalu menghasilkan masalah yang lebih mudah dipecahkan daripada masalah OPI awal.
Namun, dalam kasus khusus pencarian polinomial dengan derajat rendah, masalah decoding optimal yang dihasilkan ternyata melibatkan kode Reed-Solomon. Kode ini telah memiliki algoritma klasik yang efisien untuk decoding, termasuk algoritma Berlekamp-Welch yang terkenal. Keberhasilan DQI dalam menyelesaikan masalah OPI membuka peluang baru dalam pencarian solusi untuk masalah NP-hard dengan algoritma kuantum. Akan tetapi, masih ada pertanyaan terbuka yang menarik, yaitu apakah OPI, dalam kasus di mana DQI bekerja, termasuk dalam kelas kompleksitas coNP atau coAM.
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, algoritma DQI telah menghidupkan kembali harapan untuk memanfaatkan komputer kuantum dalam mencapai rasio aproksimasi yang lebih baik dalam memecahkan masalah optimasi NP-hard. Apakah harapan ini akan bertahan? Apakah upaya untuk mengimplementasikan algoritma DQI akan berakhir dengan "dequantization" seperti yang terjadi pada QAOA? Tantangan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul ini menjadi momentum penting dalam perkembangan komputasi kuantum. Penelitian dan eksplorasi terus berlanjut untuk mengungkap potensi sebenarnya dari komputer kuantum dalam menyelesaikan masalah-masalah yang rumit dan kompleks di berbagai bidang.
Namun, sangat penting untuk mewaspadai kemungkinan ekspektasi yang berlebihan dan klaim yang tidak didukung oleh bukti yang kuat. Pengembangan dan pengujian algoritma kuantum harus dilakukan dengan cermat dan teliti, disertai dengan analisis yang komprehensif untuk memastikan keunggulannya dibandingkan dengan algoritma klasik. Di tengah euforia kemajuan teknologi, sangat penting untuk tetap kritis dan objektif dalam menilai potensi dan batasan dari komputasi kuantum. Komputasi kuantum menawarkan peluang yang sangat menarik, tetapi penting untuk mendekati topik ini dengan penuh kehati-hatian dan bersiap menghadapi kemungkinan kekecewaan.
— Terlepas dari janji-janji yang menggiurkan, komputasi kuantum tampaknya lebih banyak hype daripada hasil nyata. Algoritma-algoritma kuantum seperti QAOA dan DQI masih dalam tahap awal pengembangan dan belum menunjukkan bukti yang kuat tentang kemampuannya untuk mengungguli algoritma klasik. Klaim-klaim yang berlebihan tentang kemampuan algoritma kuantum ini hanya menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dan dapat menimbulkan kekecewaan di kemudian hari. Kita harus ingat bahwa komputasi kuantum masih dalam tahap awal, dan masih banyak tantangan teknis dan teoretis yang harus diatasi.
Akan sangat tidak bijaksana untuk berasumsi bahwa komputer kuantum akan segera dapat menyelesaikan semua masalah yang sulit yang dihadapi manusia. Penting untuk menjaga sikap skeptis dan kritis terhadap klaim-klaim tentang komputasi kuantum. Jangan terbuai oleh janji-janji yang tidak realistis dan selalu bertanya tentang bukti yang mendasari setiap klaim. Kita harus terus mencari dan mengevaluasi bukti ilmiah yang kuat sebelum menerima setiap klaim tentang kemampuan komputasi kuantum. — Meskipun masih banyak tantangan yang harus diatasi, penelitian di bidang komputasi kuantum terus berkembang dengan pesat.
Algoritma DQI memberikan contoh yang menarik tentang bagaimana kemampuan algoritma kuantum untuk memecahkan masalah NP-hard dengan rasio aproksimasi yang lebih baik sedang dieksplorasi. Pengembangan komputasi kuantum masih dalam tahap awal, dan potensi penuhnya masih belum diketahui. Namun, penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan akan membuka peluang baru untuk memanfaatkan kekuatan komputasi kuantum dalam menyelesaikan masalah-masalah yang rumit di berbagai bidang. Algoritma DQI, bersama dengan penelitian lain di bidang komputasi kuantum, memberikan harapan bahwa komputer kuantum akan memiliki peran penting dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menantang di masa depan.