Teknologi Digital dan Tantangan Energi Terbarukan



Teknologi Digital dan Tantangan Energi Terbarukan - image owner: fstoppers - pibitek.biz - Investasi

image owner: fstoppers


336-280
TL;DR
  • Teknologi digital membutuhkan energi besar, sehingga memerlukan solusi berkelanjutan.
  • Energi terbarukan menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
  • Peningkatan kesadaran masyarakat dan investasi dalam energi terbarukan sangat penting.

pibitek.biz -Dunia digital semakin berkembang dengan pesat, dan perubahan ini berdampak besar pada kehidupan manusia. Teknologi digital telah merangkul banyak aspek kehidupan, mulai dari komunikasi hingga hiburan, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Namun di balik kemudahan dan kemajuan yang ditawarkan, teknologi digital juga menyimpan tantangan tersendiri, terutama dalam hal konsumsi energi. Perkembangan teknologi digital seperti AI, penyimpanan data di awan (cloud storage), dan mata uang digital (cryptocurrency) menuntut pasokan energi yang besar.

Data center, pusat data yang menjadi tulang punggung teknologi digital, membutuhkan energi yang sangat banyak untuk menjalankan berbagai aktivitas online. Aktivitas-aktivitas ini mencakup penggunaan internet, streaming video, dan berbagai aplikasi online lainnya. Berdasarkan data, konsumsi energi data center, AI, dan cryptocurrency mencapai sekitar 2% dari total konsumsi energi global pada tahun 2022. Angka ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2026. Meningkatnya permintaan energi dari teknologi digital menimbulkan pertanyaan besar: apakah energi terbarukan mampu memenuhi kebutuhan tersebut? Energi terbarukan seperti tenaga surya dan tenaga angin menjadi solusi yang diharapkan untuk menggantikan energi fosil.

Namun, ketersediaan energi terbarukan tidak selalu stabil dan dapat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Data center membutuhkan pasokan energi yang stabil dan berkelanjutan untuk beroperasi dengan optimal. Perusahaan teknologi besar seperti Google dan Microsoft telah berkomitmen untuk menggunakan energi terbarukan di data center mereka. Namun, mewujudkan komitmen tersebut tidaklah mudah. Pembangunan data center membutuhkan waktu yang relatif singkat, biasanya sekitar satu tahun. Sementara itu, pembangunan infrastruktur energi terbarukan membutuhkan waktu yang lebih lama, bahkan bisa mencapai beberapa tahun.

Perbedaan waktu pembangunan ini menciptakan ketidakseimbangan, sehingga data center masih mengandalkan energi fosil sebagai sumber energi cadangan. Ketergantungan pada energi fosil sebagai cadangan dapat berdampak buruk pada lingkungan, karena dapat memperpanjang masa operasional pembangkit listrik tenaga batu bara atau bahkan memicu pembangunan pembangkit listrik tenaga gas alam baru. Meskipun perusahaan teknologi besar mengklaim penggunaan energi terbarukan, transparansi mengenai penggunaan energi untuk menjalankan AI masih menjadi masalah.

Hal ini membuat peneliti dan pembuat kebijakan kesulitan untuk menilai dampak sebenarnya dari teknologi AI terhadap lingkungan. Teknologi AI, khususnya LLM (large language model) seperti GPT-3, membutuhkan energi yang sangat besar untuk proses pelatihannya. LLM GPT-3 membutuhkan energi yang setara dengan 130 rumah tangga di Amerika Serikat dalam setahun untuk pelatihan. Perkembangan teknologi AI semakin pesat, sehingga kebutuhan energi untuk pelatihan model AI diperkirakan akan meningkat dua kali lipat setiap sembilan bulan.

Tidak hanya dalam proses pelatihan, penggunaan AI sehari-hari juga membutuhkan energi. Setiap interaksi dengan AI, meskipun jumlahnya kecil, dapat terakumulasi dengan cepat saat jutaan orang menggunakannya. Kondisi ini menciptakan ketegangan antara kebutuhan energi teknologi digital dan upaya untuk mengurangi penggunaan energi fosil. Di satu sisi, perusahaan teknologi terus berinovasi dan mengembangkan teknologi digital yang semakin canggih, tetapi di sisi lain, hal ini juga menimbulkan tantangan bagi dunia dalam memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat.

Tantangan ini membutuhkan solusi yang komprehensif. Peningkatan efisiensi energi di data center, pengembangan teknologi AI yang lebih hemat energi, dan investasi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur energi terbarukan merupakan beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan ini. Saat ini, dunia masih berada pada tahap awal transisi menuju penggunaan energi terbarukan. Peningkatan kesadaran akan pentingnya energi terbarukan dan upaya bersama dari berbagai pihak, baik pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, diperlukan untuk mempercepat transisi energi dan memastikan keberlanjutan teknologi digital di masa depan.

Tidak hanya itu, perlu dilakukan pengembangan teknologi AI yang lebih ramah lingkungan. Peningkatan efisiensi algoritma AI, penggunaan teknologi komputasi kuantum yang lebih efisien, serta pengembangan teknologi machine learning (machine learning) yang lebih hemat energi menjadi prioritas. Perkembangan teknologi digital tidak dapat dihentikan. Namun, manusia harus mampu mengendalikan dan mengatur dampaknya terhadap lingkungan. Teknologi digital harus menjadi solusi yang berkelanjutan, bukan malah menjadi ancaman bagi kelestarian bumi.

Energi terbarukan memegang peran penting dalam upaya mencapai keberlanjutan teknologi digital. Investasi dalam energi terbarukan tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga akan menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Solusi lain yang dapat dipertimbangkan adalah penggunaan teknologi komputasi awan (cloud computing) yang terdesentralisasi. Teknologi ini memungkinkan pengolahan data dilakukan di berbagai lokasi yang berbeda, sehingga dapat mengurangi beban energi pada satu data center tertentu.

Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya energi terbarukan juga sangat penting. Masyarakat dapat berperan aktif dalam mendukung penggunaan energi terbarukan dengan memilih produk dan layanan yang ramah lingkungan, serta menggunakan teknologi digital dengan bijak.