Inovasi Energi untuk AI: Temukan Solusi Hemat Energi Ini



Inovasi Energi untuk AI: Temukan Solusi Hemat Energi Ini - the picture via: sensi-sl - pibitek.biz - USD

the picture via: sensi-sl


336-280
TL;DR
  • Penggunaan AI meningkat, menyebabkan jejak karbon dan emisi gas rumah kaca meningkat.
  • Peneliti mengembangkan algoritma hemat energi untuk mengurangi dampak lingkungan.
  • Energi terbarukan dan komputasi kuantum menjadi solusi untuk kebutuhan energi AI.

pibitek.biz -Penggunaan AI berkembang pesat seiring dengan semakin populernya machine learning dan LLM dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan meningkatnya fungsi AI, jejak karbon dan emisi gas rumah kaca yang ditimbulkannya juga meningkat. Melatih model AI memerlukan energi komputasi dalam jumlah besar, yang menyebabkan peningkatan permintaan energi di negara-negara maju pada tahun 2024 setelah bertahun-tahun stagnan. AI memiliki potensi besar dalam membangun jaringan energi yang lebih efisien, berkelanjutan, dan cerdas.

Namun, teknologi ini juga menghadirkan ancaman serius bagi keamanan energi dan target dekarbonisasi. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan skala dan jangkauan AI, daya komputasi yang dibutuhkan untuk mendukung perkembangan AI meningkat dua kali lipat setiap 100 hari. Saat ini, ChatGPT membutuhkan sekitar 564 MWh setiap hari, yang setara dengan energi yang dibutuhkan untuk menyalakan 18.000 rumah di Amerika Serikat. Dengan kecepatan dan skala pertumbuhan ini, tidak jelas dari mana negara-negara seperti Amerika Serikat akan mendapatkan energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat di sektor teknologi, apalagi jika harus dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan.

Sebagai respons, sektor teknologi sedang berupaya menemukan sumber energi baru yang terbarukan. Sam Altman dari OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, secara terbuka mendukung peningkatan investasi dalam produksi energi nuklir fisi serta penelitian dan pengembangan fusi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi AI. Altman mengatakan bahwa sistem AI masa depan akan membutuhkan energi dalam jumlah besar, dan energi nuklir fisi dan fusi dapat membantu memenuhi kebutuhan tersebut. Bill Gates juga telah menjanjikan miliaran dolar untuk investasi energi nuklir guna membantu membersihkan sektor teknologi dan menjaga kelestariannya seiring dengan terus berkembangnya pusat data.

Selain mencari sumber energi terbarukan, banyak peneliti dan ilmuwan sedang berupaya membuat AI lebih hemat energi. Upaya ini sebagian besar berfokus pada metode komputasi alternatif yang membutuhkan lebih sedikit energi per perhitungan. Salah satu solusinya adalah potensi penggunaan komputasi kuantum untuk AI, yang memungkinkan LLM untuk melakukan perhitungan yang sangat kompleks dengan lebih cepat dan menggunakan lebih sedikit sumber daya. Dalam beberapa kasus, komputer kuantum dapat menjadi 100 kali lebih hemat energi daripada superkomputer saat ini.

Namun, komputasi kuantum masih lebih bersifat teoretis daripada praktis untuk diterapkan di bidang penting. Terdapat intervensi komputasi potensial lain yang dapat diimplementasikan dengan lebih mudah dan praktis dalam jangka pendek. Sebuah tim insinyur di BitEnergy AI, perusahaan teknologi inferensi AI, telah menemukan bahwa algoritma penjumlahan integer baru dapat mengurangi jejak karbon AI hingga 95%. Temuan mereka diterbitkan dalam makalah ilmiah bulan ini oleh Cornell University. Metode baru ini sangat mendasar karena mengandalkan penjumlahan integer alih-alih perkalian floating-poin (FPM) yang kompleks.

Aplikasi menggunakan FPM untuk menangani angka yang sangat besar atau sangat kecil, memungkinkan aplikasi untuk melakukan perhitungan dengan presisi tinggi. Namun, FPM juga merupakan bagian yang paling boros energi dalam proses komputasi AI. Terobosan teknologi ini sangat dibutuhkan. AI diperkirakan akan menyumbang 3,5% dari konsumsi energi global pada tahun 2030. Selain mobil listrik, AI diproyeksikan akan menambahkan 290 terawatt jam permintaan energi listrik ke jaringan energi Amerika Serikat dalam periode yang sama.

Jumlah ini setara dengan konsumsi energi seluruh negara Turki, ekonomi terbesar ke-18 di dunia. Jason Shaw, ketua Komisi Layanan Umum Georgia, badan pengatur energi listrik AS, mengatakan bahwa angka-angka ini sangat mengejutkan. Dia bertanya-tanya bagaimana proyeksi bisa meleset begitu jauh dan menyatakan bahwa ini merupakan tantangan yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya. Untungnya, para peneliti sedang berupaya mengatasi tantangan ini, dan cara kita menjalankan LLM kemungkinan akan menjadi jauh lebih hemat energi tanpa mengorbankan kinerja.

Perkembangan ini menggarisbawahi pentingnya mencari solusi berkelanjutan untuk penggunaan energi yang intensif dalam teknologi canggih seperti AI. Seiring dengan kemajuan teknologi, kita harus menyadari dampaknya terhadap lingkungan dan berupaya keras untuk mengurangi jejak karbon. Peningkatan penggunaan energi oleh AI merupakan masalah serius yang membutuhkan solusi inovatif. Meskipun teknologi ini memiliki potensi besar untuk menyelesaikan masalah global, penting untuk memastikan bahwa perkembangannya dilakukan dengan bertanggung jawab.