Deepfake Telanjang, Hantu di Dunia Maya



Deepfake Telanjang, Hantu di Dunia Maya - the photo via: fortune - pibitek.biz - Sosial

the photo via: fortune


336-280
TL;DR
  • Aplikasi deepfake membuat foto telanjang dari foto tertutup, menakutkan perempuan.
  • Gugatan San Francisco yang pertama di dunia menutup aplikasi deepfake berbahaya.
  • Gugatan San Francisco membuka peluang negara lain melindungi perempuan dari deepfake.

pibitek.biz -Bayangkan ini: di kelas, teman laki-laki kamu diam-diam mengoleksi foto teman perempuan, lalu pakai aplikasi canggih untuk mengubah foto itu jadi foto telanjang. Bayangkan lagi, foto hasil utak-atik itu tersebar luas di media sosial, mencemari nama baik dan kehidupan teman-teman perempuan kamu. Itulah yang terjadi di beberapa sekolah di dunia. Bukan cuma di Spanyol, tempat kejadian ini jadi viral tahun lalu. Di banyak tempat lain, seperti Australia dan bahkan Beverly Hills, cerita serupa berulang.

Anak-anak laki-laki, dengan akses teknologi canggih, menjadi hantu di dunia maya yang menakutkan. Aplikasi deepfake, yang bisa mengubah wajah di foto dan video, memang ada di internet. Saking canggihnya, aplikasi ini bisa membuat foto telanjang dari foto yang tertutup pakaian, hanya dalam hitungan detik. Menakutkan, kan? Bayangkan jika aplikasi ini ada di tangan orang yang salah. Tahun lalu, di sebuah kota di selatan Spanyol, 15 remaja laki-laki dihukum karena membuat foto deepfake telanjang dari teman-teman perempuan mereka di sekolah.

Hukumannya? Cuma setahun masa percobaan. Kejadian ini, tentu saja, mengagetkan banyak orang. Karena, aplikasi deepfake itu masih mudah diakses di internet. Di Amerika, kota San Francisco baru-baru ini mengajukan gugatan hukum untuk menutup aplikasi deepfake yang berbahaya ini. Gugatan ini disebut-sebut sebagai yang pertama di dunia, dan bisa jadi contoh bagi negara-negara lain untuk membendung penyebaran aplikasi ini. "Sangat banyak perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia yang menjadi korban", kata David Chiu, jaksa kota San Francisco yang mengajukan gugatan."Foto-foto ini digunakan untuk melecehkan, mempermalukan, dan mengancam perempuan dan anak perempuan", lanjutnya. "Dampaknya sangat parah, merusak reputasi, kesehatan mental, dan membuat mereka kehilangan rasa percaya diri. Bahkan, ada yang sampai bunuh diri". Gugatan ini dilayangkan kepada beberapa situs web yang mudah diakses di internet. Situs-situs itu berasal dari negara-negara seperti Estonia, Serbia, dan Inggris. Sayangnya, mencari tahu siapa yang mengelola aplikasi ini sangat sulit. Perusahaan di balik aplikasi itu menyembunyikan identitasnya dengan sangat baik.

Bahkan saat dihubungi oleh media, perusahaan itu hanya mengatakan bahwa CEO mereka tinggal di Amerika, tanpa memberikan bukti atau menjawab pertanyaan lebih lanjut. San Francisco berjanji akan menggunakan semua alat yang mereka miliki untuk mengungkap identitas para pemilik situs web dan aplikasi deepfake. Mereka punya wewenang untuk memanggil para pelaku untuk memberi kesaksian di pengadilan. "Ada banyak situs yang belum diketahui siapa pemiliknya dan di mana lokasinya. Tapi, kita punya alat investigasi dan wewenang untuk menyelidiki", kata Chiu."Kita akan menggunakan semua kekuatan yang kita miliki selama proses hukum ini". Gugatan San Francisco ini membuka peluang bagi negara lain untuk mengambil langkah serupa.

Di Eropa, aturan ketat tentang keamanan di internet sudah diterapkan. Namun, peraturan itu tidak mencakup aplikasi seperti deepfake, karena dianggap tidak cukup populer. Banyak organisasi yang peduli dengan keamanan anak-anak di internet akan terus mengawasi gugatan San Francisco ini. Mereka berharap, gugatan ini bisa menjadi contoh bagi negara lain untuk melindungi anak-anak dari bahaya aplikasi deepfake."Gugatan ini berpotensi untuk menjadi preseden hukum di bidang ini", kata Emily Slifer, direktur kebijakan di Thorn, sebuah organisasi yang bekerja untuk melawan eksploitasi seksual anak. Namun, beberapa ahli memperingatkan bahwa gugatan San Francisco ini akan menghadapi banyak rintangan. Banyak dari para pemilik situs web aplikasi deepfake itu berada di luar Amerika Serikat, sehingga sulit untuk menarik mereka ke pengadilan. "Ini akan menjadi perjuangan berat bagi Chiu. Tapi, dia mungkin bisa membuat beberapa situs web offline jika para pemiliknya mengabaikan gugatan ini", kata Riana Pfefferkorn, seorang peneliti di Stanford University.

Pfefferkorn mengatakan, San Francisco bisa menang secara default jika para pemilik situs web tidak muncul di pengadilan. Hal ini bisa membuat para pemilik situs kehilangan domain, hosting, dan akses ke pembayaran, sehingga situs web mereka terpaksa ditutup, meski mereka tidak pernah hadir di pengadilan. Kasus deepfake telanjang ini menunjukkan betapa berbahaya teknologi yang canggih di tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Kejadian di Spanyol, dan gugatan San Francisco, mengingatkan kita bahwa internet adalah dunia yang luas, penuh dengan bahaya yang tersembunyi di balik layar.