Era Kerentanan: Pertempuran Melawan Ancaman Digital



Era Kerentanan: Pertempuran Melawan Ancaman Digital - picture origin: darkreading - pibitek.biz - Risiko

picture origin: darkreading


336-280
TL;DR
  • Perusahaan perlu meningkatkan keamanan mereka karena banyak kerentanan yang bisa dieksploitasi oleh para penyerang.
  • Kesalahan manusia juga bisa menjadi penyebab pelanggaran keamanan, jadi perusahaan harus melatih karyawan mereka untuk lebih berhati-hati.
  • Perusahaan harus waspada dan bekerja sama dengan vendor serta pengembang software untuk memperkuat keamanan digital.

pibitek.biz -Seperti pepatah lama, "Semakin banyak lubang, semakin banyak angin masuk", hal ini berlaku juga untuk dunia digital. Seiring waktu, ruang digital yang kita tempati menjadi semakin luas, menghubungkan perusahaan, karyawan, dan perangkat secara global dalam jaringan rumit. Ini adalah jaringan yang dipenuhi dengan pintu terbuka dan celah yang menunggu untuk dieksploitasi. Jaringan digital ini, dengan semua kompleksitasnya, menjadi lahan subur bagi para pelaku kejahatan siber. Mereka mengintai dan mencari celah keamanan, dan sayangnya, menemukannya dengan mudah.

Sebuah laporan dari Verizon, yang menarik analogi dengan bintang pop terkenal, menamai periode ini sebagai "era kerentanan". Mengapa? Karena laporan tersebut menunjukkan bahwa serangan siber yang memanfaatkan kelemahan dalam sistem, software, dan jaringan meningkat pesat. Memang, serangan yang memanfaatkan kredensial curian dan teknik phishing masih menjadi ancaman utama. Namun, dengan peningkatan penggunaan multifaktor autentikasi dan kontrol akses yang lebih ketat, para penyerang mencari metode baru.

Mereka beralih ke taktik yang lebih canggih, yang memanfaatkan kelemahan sistem yang tersembunyi. Verizon menemukan fakta yang mengkhawatirkan: serangan siber yang memanfaatkan kerentanan meningkat hampir tiga kali lipat. Ini menunjukkan bahwa para penyerang semakin mahir dalam menemukan dan mengeksploitasi kelemahan dalam sistem keamanan, serta memanfaatkan kesalahan manusia. Mereka seperti serigala lapar yang mengintai di luar kandang, mencari celah kecil untuk menerobos dan merampas harta rampasan mereka.

Bukan hanya kerentanan dalam sistem yang menjadi ancaman, tapi juga kesalahan manusia. Verizon mencatat peningkatan jumlah serangan yang memanfaatkan kesalahan manusia, dengan peningkatan lima kali lipat dalam kurun waktu satu tahun. Ini berarti kesalahan manusia, seperti lupa logout, mengklik tautan mencurigakan, atau salah memasukkan data, menjadi pintu gerbang bagi para penyerang. Perlu diingat, kesalahan manusia bukan hanya soal kecerobohan, tapi juga kurangnya pemahaman tentang risiko siber.

Kesadaran dan pengetahuan tentang ancaman siber sangat penting bagi karyawan, dan hal ini harus menjadi prioritas utama dalam program pelatihan dan pendidikan. Para pelaku kejahatan siber seperti predator yang sabar. Mereka menganalisis, merencanakan, dan mengeksekusi serangan dengan cermat. Mereka menggunakan berbagai alat, termasuk AI, untuk menemukan dan mengeksploitasi kerentanan dalam sistem, jaringan, dan bahkan perilaku manusia. Mereka memanfaatkan kerentanan dalam software, rantai pasokan, dan bahkan sifat dasar manusia.

Jika perusahaan tidak waspada dan tidak melakukan tindakan pencegahan, mereka akan menjadi mangsa empuk bagi para penyerang ini. Memang, perusahaan menghadapi tantangan besar dalam mengelola kerentanan dan kesalahan manusia. Tantangan ini semakin kompleks dengan semakin banyaknya faktor yang perlu diperhatikan, dan faktor ini saling terkait. Misalnya, ketika tim keamanan berusaha untuk menetapkan kebijakan keamanan yang konsisten dan melindungi data di semua titik, muncul berbagai faktor yang mengacaukan upaya mereka.

Shadow IT, penggunaan aplikasi dan software yang tidak terkontrol dan tidak terpantau oleh tim keamanan, menjadi ancaman besar. Shadow IT memberikan jalan bagi para penyerang untuk masuk dan mengeksploitasi sistem yang tidak terlindungi. Selain itu, kerentanan yang ada dalam software yang digunakan oleh vendor atau mitra pihak ketiga juga dapat menjadi jalan masuk bagi penyerang untuk mengakses sistem perusahaan. Seiring dengan meluasnya penggunaan platform dan layanan digital, semakin banyak pula tempat dan peluang bagi kerentanan untuk muncul.

Bayangkan sebuah jaringan rumit dengan kabel yang terjalin, dan di setiap titik sambungan terdapat potensi kerentanan. Semakin kompleks jaringan, semakin banyak pula celah yang dapat dieksploitasi. Tantangannya tidak berhenti di situ. Setelah tim keamanan menemukan kerentanan, seringkali mereka tidak dapat menambalnya dengan cepat sebelum penyerang melancarkan serangan. Ini seperti berpacu dengan waktu, di mana kecepatan menjadi faktor penentu. Serangan siber semakin cepat, dan tim keamanan harus mampu merespons dengan kecepatan yang sama.

Peningkatan yang pesat dalam eksploitasi kerentanan dalam satu tahun terakhir adalah bukti nyata bahwa metode serangan ini semakin populer di kalangan pelaku kejahatan siber. Mereka semakin ahli dalam mencari dan menemukan celah keamanan. Kasus kebocoran data MOVEit pada tahun 2023 adalah contoh nyata bagaimana ransomware dan pelaku kejahatan siber dapat memanfaatkan kerentanan zero-day dengan sangat efektif. Mereka memanfaatkan kelemahan yang belum diketahui dan belum ditambal, untuk menerobos sistem dan mencuri data.

Seiring dengan semakin ketatnya langkah keamanan, seperti multifaktor autentikasi dan kontrol akses yang lebih kuat, para penyerang terpaksa mencari celah baru. Mereka menargetkan kerentanan software, rantai pasokan, dan bahkan manusia. Penting untuk memahami bahwa sebagian besar kerentanan yang ada di software bukanlah hal baru. Kerentanan ini telah ada selama beberapa dekade. Ini berarti kita memiliki kesempatan belajar dari masa lalu dan menerapkannya untuk mencegah kerentanan yang sama muncul di masa depan.

Kita harus mendesain software yang lebih aman sejak awal, dengan mempertimbangkan kerentanan yang sudah ada dan bagaimana cara mencegahnya. Langkah ini membutuhkan kerja sama antara pengembang software dan tim keamanan. Pengembang software harus bekerja sama dengan Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA) untuk memprioritaskan keamanan produk mereka. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah kerentanan zero-day yang dapat dieksploitasi oleh para penyerang. Namun, tanggung jawab tidak hanya terletak pada pengembang software.

Perusahaan juga harus melakukan verifikasi ketat terhadap vendor dan mitra teknologi mereka, memastikan bahwa mereka menerapkan standar keamanan yang tinggi. Tidak hanya itu, perusahaan harus memastikan bahwa mereka menambal semua aplikasi dalam tumpukan teknologi mereka secepat mungkin setelah pembaruan keamanan tersedia. Ini seperti menutup lubang keamanan yang diketahui sebelum para penyerang memanfaatkannya. Rantai pasokan juga menjadi sasaran utama bagi para penyerang. Mereka menyadari bahwa banyak perusahaan bekerja sama dengan ratusan, bahkan ribuan, vendor pihak ketiga.

Mereka memanfaatkan kerentanan dalam satu vendor untuk mengakses sistem perusahaan lain yang terhubung dalam rantai pasokan yang luas. Ini seperti efek domino, di mana satu kesalahan dapat memicu kerusakan yang meluas. Perusahaan harus mengoptimalkan proses manajemen risiko pihak ketiga mereka dan memastikan bahwa mitra mereka menerapkan standar keamanan yang ketat. Kesalahan manusia, yang sering disebut sebagai kelemahan terbesar dalam keamanan, tetap menjadi ancaman serius. Serangan yang memanfaatkan kesalahan manusia semakin meningkat, menunjukkan bahwa faktor manusia masih menjadi faktor penting dalam keamanan siber.

Meskipun perusahaan telah menerapkan langkah-langkah keamanan yang ketat, mereka tidak dapat mengabaikan risiko yang terkait dengan kesalahan manusia. Kesalahan manusia dapat berupa apa saja, mulai dari membuka email phishing hingga meninggalkan laptop yang tidak terkunci di tempat umum. Penting bagi perusahaan untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan karyawan mereka terhadap ancaman siber. Karyawan harus dilatih untuk mengenali serangan rekayasa sosial dan menghindari kesalahan yang dapat memicu serangan.

Hal ini juga berarti perusahaan harus menerapkan kontrol keamanan yang efektif untuk mengurangi kemungkinan dan dampak kesalahan manusia. Misalnya, perusahaan harus menerapkan kebijakan akses yang ketat dan melarang penggunaan perangkat pribadi untuk mengakses data perusahaan. Untuk melawan ancaman siber yang semakin canggih, perusahaan harus memupuk budaya keamanan proaktif. Mereka harus bergerak cepat, beradaptasi, dan memanfaatkan teknologi terbaru untuk mendeteksi dan menanggulangi ancaman. Beberapa langkah yang dapat diambil perusahaan meliputi: 1.

Menggunakan software dan aplikasi yang aman dan terbaru. Ini berarti memilih software yang dirancang dengan keamanan sebagai prioritas utama dan memastikan bahwa semua software diinstal dan diperbarui secara berkala. Menilai dan mengelola postur keamanan vendor pihak ketiga. Ini melibatkan melakukan verifikasi keamanan vendor pihak ketiga secara berkala dan memastikan bahwa mereka menerapkan standar keamanan yang tinggi. Melatih karyawan secara berkelanjutan untuk mengenali serangan rekayasa sosial dan mengurangi kesalahan yang tidak disengaja.

Pelatihan ini harus mencakup berbagai topik, seperti cara mengenali email phishing, cara menjaga keamanan data pribadi, dan cara menggunakan software dan aplikasi secara aman. Memisahkan jaringan dan aset internal untuk membatasi akses dan mengendalikan potensi pelanggaran. Ini berarti menciptakan lapisan keamanan yang dapat membantu membatasi dampak pelanggaran jika terjadi serangan. Memanfaatkan kemampuan terbaru seperti manajemen postur otomatis untuk mengurangi dampak kesalahan dan konfigurasi yang salah dan menyederhanakan keamanan.

Teknologi ini dapat membantu mengotomatiskan proses keamanan, sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan manusia dan meningkatkan efisiensi tim keamanan. Memperkuat pertahanan digital membutuhkan upaya bersama. Perusahaan, vendor, pengembang software, dan individu harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman. Dengan meningkatkan kesadaran, meningkatkan upaya keamanan, dan menggunakan teknologi terkini, kita dapat meminimalkan risiko serangan siber dan melindungi data yang berharga. Ini adalah pertempuran yang tidak pernah berakhir, tetapi dengan tindakan proaktif, kita dapat memenangkan pertempuran melawan ancaman digital.