- Teknologi AI kayak makin canggih, ngebantu manusia menyelesaikan tugas.
- Investor kayak masih percaya, melihat potensi besar teknologi AI
- Manusia harus berhati-hati, jangan terlalu berharap pada teknologi AI kayak
pibitek.biz -AI lagi hits banget, semua orang ngomonginnya, dari anak muda sampe orang tua. AI kayak jadi jagoan baru di dunia teknologi, ngebantu manusia dalam berbagai hal, dari ngerjain tugas sekolah sampe ngebantu bisnis mengembangkan produk baru. Investor juga pada ngeluarin duit banyak-banyak buat mengembangkan teknologi AI, ngasih harapan buat masa depan yang lebih canggih dan serba otomatis. Tapi, di balik semua hype ini, ada sisi lain dari AI yang jarang dibicarain, yaitu AI sering banget ngasih kekecewaan.
2 – Serangan SIM-Swap: Akun SEC Diretas Secara Besar-Besaran 2 – Serangan SIM-Swap: Akun SEC Diretas Secara Besar-Besaran
3 – Pemerintah AS Perkuat Keamanan Digital dengan RPKI dan Bahasa Aman 3 – Pemerintah AS Perkuat Keamanan Digital dengan RPKI dan Bahasa Aman
Pernah dengar istilah "AI winter"? Ini kayak periode dimana AI di-bully, duit penelitian dikurangi, dan semua orang kayak males ngomongin AI lagi. Kalo ngomongin AI winter, kita kayak ngeliat sejarah AI yang naik turun kayak rollercoaster. Kenapa bisa gitu? Karena AI sering banget gagal ngasih hasil yang dijanjiin. Kalo ngeliat ke belakang, kita bisa belajar dari AI winter yang pernah terjadi di masa lalu. Di tahun 70an, AI lagi nge-boom, pengen bikin mesin translate dan sistem pengenalan suara. Waktu itu, pengennya AI bisa ngerti bahasa manusia dengan sempurna, bisa nge-translate bahasa apa aja dengan akurat, dan bisa ngenali suara manusia dengan mudah.
Tapi, ternyata hasilnya jelek banget, mesin translate masih ngaco, sistem pengenalan suara juga masih kacau. Akhirnya funding dibekukan, AI jadi di-bully, masa depan AI jadi nggak jelas. Tahun 80an, AI bangkit lagi dengan "expert system", sistem yang dirancang buat niru cara berpikir pakar di bidang tertentu. Waktu itu, AI diharapkan bisa ngebantu manusia menyelesaikan masalah yang kompleks, kayak mendiagnosis penyakit atau ngambil keputusan bisnis. Tapi, ternyata "expert system" ini juga punya kelemahan.
Dia nggak bisa handle input yang nggak terduga, jadi sering salah ngambil keputusan. Akhirnya, banyak peneliti AI yang ngilang, nggak mau ngaku-ngaku lagi kalau lagi ngerjain AI, malah pura-pura ngerjain "informatics" atau "machine learning". Tahun 90an, AI kayak masih lemes, belum banyak kegunaan praktisnya. Salah satu contohnya, IBM Watson, robot AI yang katanya mau ngerevolusi dunia medis. Watson diharapkan bisa ngebantu dokter mendiagnosis penyakit dengan lebih akurat, dan ngasih rekomendasi pengobatan yang lebih tepat.
Tapi, ternyata Watson nggak bisa ngartiin catatan dokter, juga nggak bisa ngerti kebutuhan pasien, AI kayak kurang peka gitu, padahal dunia medis butuh penanganan yang halus. Akhirnya, Watson nggak bisa diaplikasikan dengan baik di dunia nyata. Di awal tahun 2000an, AI bangkit lagi, berkat kemajuan "machine learning" dan "big data". Waktu itu, AI mulai bisa belajar dari data yang banyak, dan ngembangin kemampuannya secara mandiri. Investor kembali ngeluarin duit banyak-banyak, ngasih harapan buat masa depan AI yang lebih cerah.
Tapi, karena AI masih punya trauma dari kegagalan-kegagalan di masa lalu, banyak teknologi AI yang di-rebranding. Istilah "blockchain", "autonomous vehicles", dan "voice-command devices" jadi booming, tapi banyak yang jeblok karena nggak sesuai ekspektasi. Setiap "AI winter", pola nya sama: awalnya di ekspektasi tinggi, hype nya luar biasa, tapi ujung-ujungnya kecewa karena teknologi nya belum mateng. Peneliti AI jadi minder, fokusnya berubah ke proyek jangka pendek, AI jadi nggak berkembang secara fundamental.
Akhirnya, banyak talenta yang kabur, banyak proyek AI yang dianggurin, sayang banget. Tahun 2023, AI lagi naik daun, teknologi AI Generatif lagi booming, investor kayak kebelet ngeluarin duit. AI Generatif bisa bikin konten kreatif, dari puisi sampe gambar, dan ngebantu manusia menyelesaikan berbagai tugas dengan lebih cepat. Tapi, sekarang kemajuan AI kayak mulai ngelambat, terobosan AI Generatif nggak se-wow dulu. Investor kayak mulai mikir-mikir, perusahaan juga bingung ngerasain manfaat AI Generatif yang katanya bisa ningkatin produktivitas.
AI Generatif kayak masih banyak kekurangan, suka ngelantur (halluChination), belum bisa benar-benar ngerti arti dari apa yang dia generate. Belum lagi soal masalah data yang dipakai, ethical concern nya juga banyak. Banyak orang khawatir kalo AI bisa disalahgunakan, misalnya buat bikin berita hoax atau nyebarin hate speech. Kemajuan teknologi AI juga bisa berdampak buruk buat manusia, misalnya bikin banyak orang kehilangan pekerjaan. Tapi, nggak perlu khawatir, kali ini kita mungkin bisa nghindarin "AI winter" yang lebih parah.
Model AI open-source mulai berkembang pesat, menyaingi model AI berbayar. Perusahaan mulai ngebangun aplikasi AI di berbagai sektor, investor juga masih ngeluarin duit, meskipun ada beberapa perusahaan yang diragukan, misalnya Perplexity yang lagi ngebangun search engine berbasis AI. Masa depan AI kayak masih misterius. Di satu sisi, AI mungkin terus berkembang, sistem AI makin canggih, dan produktivitas di industri search marketing akan meningkat. AI akan ngebantu manusia menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dan akurat, meningkatkan efisiensi kerja, dan membuka peluang baru di dunia bisnis.
Di sisi lain, kalo AI nggak bisa ngatasin masalah-masalah sekarang, seperti ethical concern, data security, dan accuracy, investor bisa ilfil, funding berkurang, AI bisa jadi lemes lagi. AI juga bisa mengancam keamanan dan privasi manusia, menyebarkan hoaks dan propaganda, dan menimbulkan ketidaksetaraan sosial. Intinya, bisnis perlu bersikap jujur, menciptakan kepercayaan, dan ngelakuin strategi yang matang buat ngadopsi AI. Para pemasar dan profesional AI harus ngerti batas kemampuan AI. Gunakan AI dengan bijak, eksperimen lah dengan hati-hati, carilah keuntungan, tapi jangan terlalu berharap pada teknologi yang masih berkembang.