- Google bikin sistem C2PA buat ngasih label ke konten, kayak detektif digital.
- Sistem ini kayak "perban" sementara, belum bisa sepenuhnya ngebedain mana konten asli, mana konten palsu.
- Google terus berinovasi buat ngatasi masalah konten palsu di internet.
pibitek.biz -Google lagi pusing. Kenapa? Soalnya sekarang banyak banget foto dan video yang dibuat sama AI. Kayak beneran, tapi ternyata bohong. Google panik, takut orang-orang jadi susah bedain mana foto asli, mana foto editan. Makanya Google lagi bikin sistem baru buat nyeleksi mana konten asli, mana konten palsu. Sistem ini keren, namanya C2PA. Ini bukan sekedar sistem biasa, tapi kerja sama beberapa perusahaan teknologi, kayak Google, sama beberapa perusahaan lainnya. Mereka ngumpul, mikirin cara ngasih label sama konten yang dibuat pakai AI.
2 – AI: Ancaman Baru bagi Keamanan Siber 2 – AI: Ancaman Baru bagi Keamanan Siber
3 – OSCAL TIGER 13: Ponsel Pintar dengan Kamera AI nan Hebat 3 – OSCAL TIGER 13: Ponsel Pintar dengan Kamera AI nan Hebat
Sederhananya, kalau foto itu asli, dia bakal dikasih tanda, kayak semacam label "asli, nih!". Tapi kalau foto itu dibikin pake AI, dia dikasih tanda, "ini hasil editan, ya!". Sistem ini kayak semacam "detektif" digital yang ngecek asal-usul foto dan video. C2PA ngerekam jejak digital dari setiap konten, kayak dari mana foto itu didapat, siapa yang edit, bahkan sampai ke perubahan yang pernah terjadi. Jadi, bayangin, kayak ada "buku harian" digital buat setiap konten, ngasih tahu sejarahnya. Google udah mulai masukin sistem ini ke beberapa layanan mereka, kayak Google Search, Google Lens, dan YouTube.
Google juga lagi nyiapin fitur baru di Google Search, namanya "About this image". Nah, fitur ini bakal ngasih tahu kita detail soal foto, kayak siapa yang ngambil foto, kapan, dan dari mana. Tapi, Google ngaku, buat ngasih label di semua konten itu gak gampang. Kayak misalnya, harus nentuin cara ngasih label yang pas buat setiap platform. Google juga ngerti, ini cuma solusi sementara. Karena di internet, gak ada solusi yang bisa menyelesaikan masalah konten palsu 100%. Google juga punya teknologi lain buat ngatasi masalah konten palsu, namanya SynthID.
Ini kayak "cap jempol" digital yang disematin ke foto yang diedit pake AI. Jadi, kalau ada foto editan, kita bisa tahu kalau foto itu diedit pake AI. C2PA sendiri punya versi terbaru, yang namanya C2PA 2.1. Versi terbaru ini lebih aman, susah diutak-atik sama orang. Google berencana pake C2PA 2.1 di sistem iklan mereka. Tujuannya supaya iklan yang muncul di Google lebih aman dan bebas dari konten palsu. C2PA ini masih baru, dan masih banyak kendala yang harus diatasi. Salah satunya, C2PA masih bersifat sukarela.
Artinya, perusahaan yang bikin konten AI bisa milih mau ikut sistem C2PA atau nggak. Nah, kalau mereka gak mau ikut, ya gak ada label C2PA di konten mereka. Terus, sistem ini juga bisa ditipu. Orang jahat bisa aja ngilangin label C2PA dari konten mereka. Makanya, banyak ahli yang pesimis, C2PA bisa ngatasi masalah konten palsu. Mereka berpendapat, sistem ini cuma kayak "perban" sementara, bukan solusi permanen. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi, agar sistem C2PA bisa jalan dengan baik. Salah satunya, perusahaan-perusahaan yang bikin konten AI harus ngedukung sistem ini.
Misalnya, perusahaan AI yang bikin software buat ngedit foto, harus nge-support C2PA. Jadi, software ini bisa nulis label C2PA di foto yang diedit. Terus, perusahaan yang ngeluarin kamera, juga harus ngedukung sistem ini. Tujuannya, agar kamera bisa langsung ngasih label C2PA di foto yang diambil. Sekarang ini, baru ada beberapa perusahaan kamera, kayak Leica, yang udah ngedukung C2PA. Nikon dan Canon juga udah janji buat ngedukung C2PA. Tapi, sampai sekarang belum jelas, Apple dan Google bakal ngedukung C2PA di smartphone mereka atau nggak.
C2PA juga harus kompatibel dengan berbagai software edit foto yang ada. Sekarang ini, baru Adobe Photoshop dan Lightroom yang ngedukung C2PA. Software edit foto lainnya masih belum kompatibel. Nah, masalahnya, kalau software edit foto gak kompatibel, label C2PA bisa ilang. Jadi, sistem ini gak bisa diandalkan 100%. Selain itu, susah juga buat ngelihat label C2PA di berbagai platform internet. Contohnya, Facebook, Twitter, dan Instagram masih belum ngedukung sistem ini. Jadi, buat ngelihat label C2PA, kita harus ngecek langsung di website C2PA.
Ini ribet banget, dan gak praktis buat orang biasa. Intinya, C2PA masih banyak kekurangan. Sistem ini belum bisa sepenuhnya diandalkan buat ngebedain konten asli dan konten palsu. C2PA kayak "perban" sementara, buat ngatasin masalah konten palsu. Tapi, masih butuh banyak waktu dan kerja keras, supaya sistem ini bisa jalan dengan baik. Google dan perusahaan teknologi lainnya harus terus berinovasi dan ngembangin teknologi baru, buat ngatasi masalah konten palsu di internet. " "