- Serangan siber negara-bangsa semakin kompleks dan berbahaya.
- Kolaborasi antara negara dan kelompok kriminal siber meningkat pesat.
- Keamanan siber memerlukan tindakan kolaboratif untuk melindungi pelanggan.
pibitek.biz -Di era digital yang serba cepat ini, dunia tengah menghadapi ancaman baru yang semakin kompleks dan berbahaya: serangan siber negara-bangsa. Ancaman ini tidak hanya berasal dari kelompok kriminal siber, tetapi juga dari negara-negara yang memanfaatkan teknologi untuk mencapai tujuan politik dan militer mereka. Microsoft, perusahaan teknologi global yang berpengaruh, telah mengumumkan data yang mengejutkan. Setiap harinya, pelanggan Microsoft menghadapi lebih dari 600 juta serangan siber, baik yang dilakukan oleh kelompok kriminal maupun oleh negara-bangsa.
2 – Mengungkap Sisi Gelap YouTube: Konten Berbahaya Beredar 2 – Mengungkap Sisi Gelap YouTube: Konten Berbahaya Beredar
3 – OpenAI dan Microsoft Beradu: Drama Investasi AI 3 – OpenAI dan Microsoft Beradu: Drama Investasi AI
Serangan ini meliputi berbagai bentuk kejahatan siber, mulai dari ransomware dan phishing hingga pencurian identitas. Laporan Tahunan Pertahanan Digital Microsoft edisi kelima mengumumkan tren yang mengkhawatirkan: negara-bangsa semakin sering bekerja sama dengan kelompok kriminal siber. Negara-negara memanfaatkan keahlian dan tools yang dimiliki oleh kelompok kriminal untuk menjalankan operasi siber, seperti spionase dan kampanye pengaruh. Kolaborasi antara negara-bangsa dan kelompok kriminal siber semakin terlihat jelas dalam serangan siber yang menargetkan Ukraina.
Rusia, negara yang tengah terlibat konflik dengan Ukraina, dilaporkan telah mengalihdayakan operasi spionase sibernya kepada kelompok kriminal. Hal ini terlihat dalam serangan siber yang terjadi pada bulan Juni 2024, di mana sebuah sindikat kejahatan siber menggunakan malware yang mudah diakses untuk menyusup ke setidaknya 50 perangkat militer Ukraina. Serangan ini menunjukkan dampak langsung dari serangan siber negara-bangsa terhadap keamanan militer. Iran, negara yang dikenal dengan kegiatan sibernya, juga telah menyesuaikan taktiknya seiring dengan perubahan geopolitik.
Negara ini menggunakan ransomware sebagai alat untuk mencapai pengaruh politik. Dalam salah satu kasus, peretas Iran memperdagangkan data yang dicuri dari situs kencan Israel, menawarkan untuk menghapus profil tertentu dengan bayaran. Perpaduan antara kejahatan siber dan tujuan negara ini menandai babak baru dalam operasi siber, di mana keuntungan finansial dan spionase saling terkait. Korea Utara juga telah memasuki arena ransomware. Sebuah kelompok peretas yang berbasis di Korea Utara telah mengembangkan ransomware baru yang diberi nama FakePenny.
Ransomware ini digunakan untuk menyerang organisasi di sektor dirgantara dan pertahanan, yang menunjukkan motif ganda: pengumpulan intelijen dan keuntungan finansial. Serangan siber negara-bangsa terkonsentrasi di wilayah konflik aktif dan daerah yang mengalami ketegangan politik. Amerika Serikat dan Inggris Raya menjadi target utama, tetapi negara-negara seperti Israel, Ukraina, Uni Emirat Arab, dan Taiwan juga menjadi sasaran. Rusia, yang terlibat dalam konflik dengan Ukraina, diketahui mengarahkan sekitar 75% operasi sibernya ke Ukraina atau negara-negara anggota NATO.
Hal ini menunjukkan upaya Moskow untuk mengumpulkan intelijen tentang tanggapan Barat terhadap tindakannya. Iran, di sisi lain, meningkatkan kegiatan sibernya setelah pecahnya perang Israel-Hamas. Negara ini mengarahkan sumber daya sibernya ke Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara Teluk yang dianggap mendukung Israel. Dalam konteks ketegangan geopolitik yang meningkat, negara-negara seperti Rusia, Iran, dan China memanfaatkan konflik yang tengah berlangsung untuk menciptakan perpecahan di Amerika Serikat.
Ketiga negara ini berusaha untuk memengaruhi opini publik dan merongrong kepercayaan terhadap proses pemilihan umum, dengan menggunakan berbagai taktik mulai dari propaganda hingga operasi siber yang dirancang untuk memanipulasi narasi politik. Munculnya domain homoglyph, yaitu tautan palsu yang sering digunakan untuk phishing, menunjukkan peningkatan aktivitas kejahatan siber dan upaya intelijen strategis oleh negara-bangsa untuk mencapai tujuan politik mereka. Microsoft telah memantau lebih dari 10.000 ancaman homoglyph yang bertujuan untuk meniru entitas yang sah.
Meskipun ancaman serangan siber negara-bangsa semakin nyata, kejahatan siber yang didorong oleh keuntungan finansial tetap menjadi perhatian utama. Dalam setahun terakhir, Microsoft mencatat peningkatan serangan ransomware hingga 2,75 kali lipat. Namun, terjadi penurunan jumlah serangan yang berhasil sampai pada tahap enkripsi. Taktik utama yang digunakan oleh kelompok kriminal siber meliputi rekayasa sosial, dengan email phishing menjadi metode yang paling umum. Penipuan teknologi telah meningkat secara dramatis sebesar 400% sejak tahun 2022, yang menunjukkan peningkatan kerentanan di lingkungan digital.
Infrastruktur jahat yang sering aktif kurang dari dua jam menunjukkan perlunya langkah-langkah keamanan siber yang dinamis dan gesit. Baik kelompok kriminal siber maupun negara-bangsa semakin menggunakan AI untuk meningkatkan operasinya. AI Generatif memiliki potensi untuk meningkatkan respons keamanan siber, tetapi juga dapat digunakan untuk membuat serangan phishing yang lebih canggih dan operasi pengaruh. Misalnya, pelaku yang terkait dengan China memanfaatkan citra yang dibuat dengan AI, sementara afiliasi Rusia menggunakan AI berbasis audio.
Jumlah serangan yang sangat banyak, lebih dari 600 juta serangan per hari yang menargetkan pelanggan Microsoft, menyoroti perlunya tindakan keamanan siber yang komprehensif dan kolaboratif. Pencegahan yang efektif dapat dicapai melalui penolakan intrusi dan penerapan konsekuensi atas perilaku jahat. Microsoft berkomitmen untuk melindungi pelanggannya melalui inisiatif seperti Secure Future Initiative, yang bertujuan untuk meningkatkan strategi pertahanan. Untuk melawan keunggulan yang dimiliki oleh pelaku serangan siber, sektor publik dan swasta harus bekerja sama untuk membangun dan menegakkan norma internasional untuk perilaku di ruang siber.
Meskipun telah terjadi kemajuan signifikan dalam membahas norma-norma ini, masih kurangnya konsekuensi yang berarti atas pelanggaran. Memperkuat kerangka kerja ini akan sangat penting dalam mengurangi jumlah dan agresivitas serangan siber negara-bangsa. Serangan siber negara-bangsa merupakan ancaman serius yang dapat berdampak signifikan terhadap keamanan nasional, ekonomi, dan kehidupan pribadi. Negara-negara harus bekerja sama untuk melawan ancaman ini dan menciptakan lingkungan siber yang lebih aman.